Kepo, yang merupakan kata serapan dari bahasan Hokkian ‘kay poh’ atau ‘kaypo’ (bukan dari bahasa Inggris ‘knowing every particular objects’ ya), biasanya kita lekatkan pada orang yang serba ingin tahu, terutama urusan orang lain. Dan biasanya, sifat kepo ini bermakna negatif. Biasanya juga, orang risih ketika ada orang yang kepo tentangnya.
Tapi kalau saya nih, senang-senang aja sih dikepoin. Artinya kan orang itu peduli sama saya, hehehe. Bagaimana tidak, saya saja tidak pernah mencari tahu tentang dia, eh dia dengan senang hati meluangkan waktu, tenaga, dan kuotanya buat sekedar ingin tau tentang saya. So sweet ga sih? Hihihi… maaciii kamu baik sekaliiii…
On the other hand, saya merasa, saya nih orang yang sangaaaaaat tidak kepo. Buat saya, semakin banyak yang saya ketahui, berarti semakin banyak juga tanggung jawab saya. Sebaliknya kalau saya tidak dikasih tahu sesuatu, berarti itu bukan urusan saya. As simple as that. Kalau saya bertanya lebih jauh/detail, itu berarti memang ada hal penting atau keperluan dibaliknya. Atau bisa juga karena saya teramat peduli pada orang itu. Sisi positifnya tentu saja, storage pikiran dan hati saya jadi efisien, lega karena tidak memikirkan banyak hal yang bukan urusan saya.
Jangankan pada orang lain, suami sendiri saja mesti berkali-kali ngasih tahu passcode gadgetnya karena saya tidak pernah hafal. Means, saya gak pernah kepoin gadgetnya dia. Apalagi password sosmednya, saya gak pernah nanya. Saya percaya. Saya titipkan dia selalu pada Allah Al-Mukmin, Yang Maha Menjaga. Lalu, selesai. Apa yang dikasih tahu ke saya, berarti urusan/masalah saya juga. Yang tidak ya biarlah.
Tapi akhir-akhir ini saya merasa, sifat gak kepo saya nih sudah hampir keterlaluan. Bedanya antara gak kepo dan gak peduli itu ternyata tipis Guys. Haha.. Saya mulai merasa bahwa ini masalah ketika saya melakukan interview orang lain, yang mana proses ini sangat biasa dilakukan oleh orang-orang dalam bidang SDM. Ketika direview, saya merasa kemampuan probing saya menurun sekali. Banyak hal tidak tergali hanya karena saya merasa sesuatu itu tidak penting, atau, dia tidak katakan, berarti mungkin saya tidak perlu tahu, atau mungkin dia tidak memperkenankan saya untuk tahu. Padahal kan itu asumsi saya, belum tentu benar. Akibatnya ya begitu itu, banyak informasi yang diperlukan tidak saya dapatkan. Insightnya adalah, saya harus mindful banget dalam setiap tanya dan jawab yang dilakukan, apakah ini perlu digali lebih jauh, atau apakah ini kepo saja? Rasanya seperti baru belajar ulang metode wawancara di semester 6 pas kuliah dulu. Hahaha.. Anyway, I’ve learned some important things.
Intinya sih, curiosity atau rasa ingin tahu itu baik, asal tidak berlebihan. Apalagi kalau curiosity itu dilandasi oleh rasa peduli yang tulus, bukan sekedar ingin mendapatkan berita dari tangan pertama untuk kemudian dilanjutkan pada orang lain lagi. Jujur, saya sering sekali merasa diperhatikan oleh beberapa orang yang dicap kepo, tapi malah yang saya rasakan adalah rasa pedulinya yang begitu besar terhadap saya. Meleleh gak siy…
Sudut pandang memang mempengaruhi pemaknaan kita terhadap segala hal. Sesuatu itu bisa jadi positif atau negatif, tergantung bagaimana kita melihatnya. Kecuali tentu saja, yang sudah ajeg pakem hukumnya ya.
Terima kasih sudah membaca Guys, semoga bisa diambil pelajaran, dan kamu makin happy setelah baca blog ini. Assalamualaikum!
No comments:
Post a Comment