Dia bilang, “ Semua hancur kak. TV, komputer,
baju. Alhamdulillah gak punya kulkas sama mesin cuci. Kalau punya mah,
rusak juga pasti.” Eh, alhamdulillah ya? Iya, alhamdulillah hanya punya
televisi dan komputer, jadi yang rusak ya hanya televisi dan komputer. Kalau dia
(atau orang lain) memiliki yang lainnya juga, tentu akan sama kondisinya. Seperti
tetangga saya kebanyakan, sesama korban banjir.
Ternyata, semakin banyak yang kita miliki,
akan semakin besar juga potensi kehilangan kita, Teman. Pelajaran yang jelas bisa diambil dari
cerita kawan saya di atas. Orang-orang yang tidak punya kendaraan pastinya tak
akan mengalami kendaraannya rusak terendam banjir, harus mengeluarkan banyak
uang untuk biaya angkut dan reparasi, dan lain-lain, kan? Juga barang-barang
elektronik, pakaian, dan sebagainya.
Kepemilikan kita atas sesuatu, seperti
yang pernah kita bahas di blog ini, hanyalah titipan, dan semuanya akan ditanya. Kita gak punya apa-apa sejatinya.
Jangankan harta atau keluarga, raga dan jiwa kita sendiri pun bukan milik kita,
melainkan hanya titipan Yang Maha Kuasa. Kapanpun Yang Punya mau ambil
milik-Nya, kita gak bisa apa-apa. Sama seperti musibah banjir kemarin, dan
bencana-bencana lainnya. Mungkin kemarin hanya di Jabodetabek, kenapa? Ya karena
Allah menghendaki di situ. Yang lain, tetap saja harus memiliki cara pandang
yang sama (bahwa semua hanya titipan), karena bumi ini milik Allah. Semua di
bawah kehendak-Nya.
Jadi, atas apa yang sedang kita miliki dan
apa yang sedang hilang dari hidup kita, ikhlas saja ya. Baik atau buruk,
semuanya ada hikmahnya. Jangan berhenti hanya di memikirkan kehidupan dunia,
karena dunia itu sebentar.
Ibnu Umar radhiyallaahu ‘anhu berkata, “Suatu hari aku
duduk bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, tiba-tiba datang seorang lelaki dari kalangan Anshar,
kemudian ia mengucapkan salam kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan bertanya, ‘Wahai Rasulullah, siapakah orang mukmin
yang paling utama?’ Rasulullah menjawab, ‘Yang paling baik akhlaqnya’. Kemudian
ia bertanya lagi, ‘Siapakah orang mukmin yang paling cerdas?’. Beliau menjawab,
‘Yang
paling banyak mengingat mati, kemudian yang paling baik dalam mempersiapkan
kematian tersebut, itulah orang yang paling cerdas.’ (HR. Ibnu Majah,
Thabrani, dan Al Haitsamiy. Syaikh Al Albaniy dalam Shahih Ibnu Majah 2/419
berkata : hadits hasan). Sumber: link
Gitu ya Guys, orang yang paling cerdas itu yang begitu. Makasih ya sudah baca, semoga bermanfaat :)
Suka banget insight nya 👍
ReplyDeleteterima kasih sudah membaca. semoga bermanfaat ya
DeleteCakep dah...
ReplyDeletemakasih sudah berkunjung ya mba oktaaa... semoga bermanfaat :)
DeleteCerita "banjir" nya sangat menyentuh
ReplyDeletemakasih bang :)
Deletebaca cerita di atas jadi ingat lagunya Letto, Kak. Ada salah satu liriknya yang patut menjadi renung "rasa kehilangan hanya akan ada, jika kau pernah merasa memilikinya".
ReplyDeletesalam kenal, kak.
Salam kenal juga kak mahfud. Bener banget itu lirik ya.. letto emang juara deh soal bikin lirik yg nyastra 😊
Delete