Saya mau cerita atau sedikit sharing nih tentang Provocative
Coaching atau disebut juga Challenge Coaching, yang saya dapat dari enrichment
class Kubik Coaching pekan lalu. Apaan tuh ya? Kok kayak menarik kalau lihat
dari namanya. Iya, saya juga penasaran banget pas dapat undangannya. Apalagi yang
sharing Papa Coach favorit Fauzi Rahmanto hehe.. Yuk cus kita bahas.
Mungkin di antara pembaca sudah banyak yang familiar dengan
istilah coaching ya. Atau malah sudah pernah atau sedang menjalani prosesnya. Pada
dasarnya, coaching adalah sebuah proses taught provoking (provokasi pemikiran) di
mana coachee menjadi center selama prosesnya. Dia sendiri yang akan menentukan
goal-nya, pun dia sendiri juga yang nanti akan mencari jalan untuk mewujudkannya.
Yang pernah menjadi coachee mungkin awalnya ada yang suka kzl karena cuman ditanya-tanya
doang, ga dikasih solusi, hehe.. Jadi memang coaching bukanlah proses
memberikan saran atau solusi dan mengajarkan cara-cara seperti dalam training
atau mentoring ya.
Coachee (orang yang di-coaching) memang menjadi center
dari proses ini. Demikianlah yang sudah umum dipahami, oleh saya juga demikian,
sampai pada suatu hari saya tersadarkan ketika mengikuti enrichment kemarin.
Dari sudut pandang seorang coach, benar bahwa membangun
hubungan yang baik dengan coachee itu penting, tapi perlu diingat, bukan itu
tujuannya. Mungkin saja coach bisa mendapatkan trust dari coachee-nya dan
coachee merasa nyaman serta didukung oleh coach-nya, namun belum tentu coachee bisa menunjukkan performance yang maksimal
setelah proses coaching berjalan.
Kalau coach menilai coachee kurang berani menantang dirinya,
mungkin tidak jadi masalah bila hanya melihat coachee sebagai self-nya saja. Dah
mentok. Orang dia cuman maunya itu tok, ya udah, kan center-nya ada di coachee.
Maka, unsur ekologis perlu dijadikan
konteks yang menempel tak terpisahkan dari proses coaching. Maksudnya adalah mengaitkan
coachee dengan peran-peran yang sedang ia jalani, baik itu di perusahaan maupun
peran sosial lain yang penting baginya. Jadi sekarang fokusnya sudah agak
bergeser nih, menjadi bagaimana membuat
coachee menunjukkan high performance dalam perannya di perusahaan atau di
lingkungan yang menuntut kontribusinya.
Manusia perlu menghadapi challenges (tantangan) untuk
memaksimalkan munculnya potensi terbaik yang dia punya. Tapi kita (bahkan dia
sendiri) tidak akan tahu sejauh mana ia mampu sebelum ia mencobanya langsung. Dia
pun belum tentu dapat terpikir untuk menantang dirinya sendiri untuk melompat
lebih jauh dari yang selama ini sudah ia usahakan. Untuk itu, dia perlu orang
lain. Dia perlu seorang coach yang bisa memberikan
challenges dan membuatnya bersemangat untuk membuktikan, di samping seorang
coach yang membuatnya nyaman untuk
berinteraksi.
Nah, lalu bagaimana untuk bisa memainkan sesi coaching yang provocative/challenging ini? Hhhmmmm pembahasannya
cukup panjang. Tapi jika dirangkum, ada 5 hal yang perlu dilatih bagi seorang
coach: yaitu memberikan feedback baik
di level individu, tim, maupun organisasi coachee; memastikan coachee accountable di semua lingkup baik
terhadap dirinya, terhadap kontrak, dan perusahaannya; mendorong coachee untuk
memiliki dan mengejar courages goal;
mengelola tense selama proses
coaching; dan menggunakan system
thinking.
Mohon maaf saya tidak bisa membahasnya satu-persatu
dalam artikel ini karena kepanjangan. Lagipula yang lebih utama didahulukan
adalah memahami prinsip kan, sebelum mengetahui cara-caranya? (Seriusan ini bukan ngeles)
Nah, demikianlah sekilas tentang provocative coaching
yang saya pahami. Bahwa memberikan challenge tidak bisa dipisahkan dari peran
seorang coach, selain kepandaian membangun trust dan respect. Keseimbangan dan
ketepatan dalam memberikan support dan challenge itulah yang bisa membantu coachee
menjadi high perform dalam menjalani peran yang diharapkan darinya.
Semoga bermanfaat.
No comments:
Post a Comment