Sebenarnya ide tulisan ini sudah ada sejak tahun 2015, masa di mana saya
mulai mempelajari coaching, yaitu salah satu metode pengembangan SDM atau
anggota tim. Saat ini coaching sudah sangat populer terutama di dunia korporasi,
setahu saya. Apalagi seiring dengan merebaknya isu perbedaan generasi (baby boomers, gen X, dan milenial) yang
ternyata membawa banyak dampak dan perubahan dalam dunia organisasi saat ini.
Dalam proses coaching, yang menjadi center
dalam sesi adalah coachee, yaitu orang yang di-coaching, yang ingin dikembangkan istilahnya. Mohon maaf, ga
bisa pakai baking powder ya hehehe.. Coachee menentukan sendiri apa yang ia
ingin capai, mengidentifikasi sendiri bila ada kendala, lalu mengerahkan
kemampuannya untuk mendapatkan sendiri solusinya beserta langkah-langkah apa
yang akan ia ambil untuk mencapai tujuannya tersebut. Lalu membuat sendiri
komitmennya. Seems like a powerful person
kan.
coaching session |
Lah terus perannya coach apa dong? Yang berlatih kan coach-nya (ya iya mana ada latihan untuk menjadi coachee yang baik dan benar, atau coachee profesional hahaha), yang ambil sertifikasi kan coach-nya, dan yang dibayar, coach-nya juga. Coach, hanya bertugas memprovokasi pikiran coachee untuk bergerak maju dan mencapai hal-hal yang penting bagi dia.1 That’s all guys, itu doang intinya.
Melihat begitu powerful-nya coaching dalam pengembangan individu dan tim, saya dan tidak sedikit orang jadi berpikir, kalau saya bisa menentukan sendiri goal yang saya inginkan, menentukan sendiri solusi dan langkah-langkahnya, kenapa tidak saya meng-coaching diri saya sendiri? Tinggal belajar memahami prinsip, alur, dan menggunakan kisi-kisi pertanyaan yang diberikan. Bisakah berhasil?
Jadi gini. Benar bahwa manusia itu sudah memiliki sumber daya yang ia
butuhkan untuk mencapai sesuatu.2 Buktinya ia bisa mendapatkan
alternatif-alternatif solusi yang semua idenya keluar dari pikirannya. Pada
akhirnya dia juga yang akan merumuskan solusi apa yang akan ia pilih dan
lakukan. Intinya dia bisa memberdayakan keseluruhan dirinya untuk mencapai
apapun yang dia inginkan. Jadi, apakah bisa?
Sayangnya ga bisa Gaes. Coaching yang dilakukan terhadap diri sendiri biasanya gagal.
Mungkin saja coaching itu bisa berhasil sampai pada tahapan tertentu, kalau kamu jago, misalnya saat merumuskan goal/target yang diinginkan, saat eksplorasi alternatif solusi, atau sampai merumuskan langkah-langkah yang akan kamu lakukan. Kemudian ketika dalam perjalanannya kamu menemukan hambatan, sudah dicari jalan keluar dari kanan-kiri-atas-bawah-depan-belakang namun belum juga ketemu solusinya, biasanya orang akan stuck. Buntu. Terus, ya tinggal sekeras apa kamu terhadap dirimu sendiri. Tapi biasanya orang akan menyerah. Ya sudah, tunggu sebentar, nanti dicari lagi solusinya. Kemudian sangat bisa jadi, kamu lupa. Atau beranjak membuat goal baru.
Sekeras dan sedisiplin apapun kita terhadap diri sendiri, kita tetap perlu orang lain. Kita perlu orang lain yang mengejar kita dengan pertanyaan-pertanyaan, ”Apa lagi? Coba bayangkan kalau semuanya mungkin, apa lagi yang bisa kamu lakukan? Kapan akan dicoba? Kapan akan mencari? Kepada siapa kamu akan bertanya? Kapan akan mengontak dia?” dan sebagainya. Kita perlu orang lain untuk menagih diri kita sendiri. Kita juga perlu orang lain untuk melihat lebih dalam sejauh mana kemampuan kita.
Ah ya sebenarnya, sejak kita belum terlahir ke dunia pun, kita sudah banyak melibatkan orang lain. Janin kita ada karena ada ayah dan ibu kita. Kita bisa berkembang di rahim ibu karena bantuan orang lain. Kita lahir juga dibantu orang lain. Bahkan kelak kita mati pun kita akan diurus oleh orang lain.
Maka sekuat dan sehebat apapun kita, selengkap apa pun sumber daya yang kita miliki untuk berhasil di dunia ini (dan kelak juga di akhirat), kita selalu perlu orang lain. Bahkan masuk surga atau neraka nanti pun nasib kita banyak ditentukan oleh perilaku kita terhadap orang lain. Maka dari itu baek-baek ya sama orang, jangan sombong dan merasa tidak perlu orang lain.
Iya, betul kamu berdaya. Kamu punya kekuatan, kelebihan, dan potensi-potensi kamu sendiri. Tapi kita tetap butuh orang lain. Dan coaching menunjukkan kesejatian itu.
Yuk, coaching!
Baca Juga: Risiko Kenal Orang
1 Kubik Coaching;
Definisi Coaching
2 Kubik Coaching; Prinsip-prinsip
Coaching
Thanks for sharing, semoga sukses..
ReplyDeleteaamiinn.. my pleasure :) semoga sukses juga buat anda ya..
DeleteMaa syaa Allah...terimakasih ilmunya bu Farah. Luv U cos Allah :)
ReplyDeleteterima kasih kembali bu Dyah.. love you too ibu, bcoz of Allah in sya Allah :)
Delete