Beberapa waktu yang lalu saya pernah bertanya-tanya dalam hati, orang paling bahagia sedunia boleh sedih
gak sih? Kalau boleh jadinya gak paling
bahagia lagi dong? Wkwkwkwk... daripada ribet, bolehin aja lah yah. Kan orang
paling bahagia juga tetap saja manusia yang punya rasa. Eeaaa..
Jadi ceritanya waktu itu, malam itu tepatnya, saya masih di
bandara mau pulang ke Jakarta (baca: Bekasi) dari luar kota, bersama
teman-teman satu tim. Saat itu ada hal yang membuat saya sangat sedih sampai
ingin menangis, tapi malu karena sedang di tempat umum. Rasanya sesak hingga
saya mencari cara untuk mengeluarkan kegundahan hati. Alhamdulillah dapat
petunjuk dari Allah untuk meminjam laptop seorang teman dan curhat di Ms.Word. Aku
mah gitu anaknya, lebih suka curhat sama keyboard daripada cerita sama orang. Maafin
yah, bukan aku tak percaya pada kalian duhai Sahabat-Sahabatku, tapi aku memang
merasa lebih lancar menulis daripada berbicara. Hehehe...
Singkat cerita, setelah selesai curhat sama si Mas Word,
aku menutup file tanpa menyimpannya. Kubiarkan saja hilang tulisan yang sudah
kuketik cukup panjang itu. Hah, jauh lebih lega alhamdulillah. Tinggal sedikit
melow yang tersisa, yang segera hilang saat melihat lampu-lampu kota berlatar langit
malam saat pesawat lepas landas. Iya, secepat itu aku kembali jadi orang yang bahagia.
Alhamdulillah.
Teman yang meminjamkan laptop itu akhirnya paham bahwa aku
meminjam laptopnya untuk curhat, bukan mengerjakan tugas atau pekerjaan apapun.
Setelah aku nampak lebih lega dan rileks, dia bertanya, “Di blognya pasti banyak
ya curhatan yang gak di-publish (karena
isinya curhat).” Asumsi banget ya ini
mak wkwkwk.. Kujawab, tentu saja tidak. Saat ini tidak ada 1 draft tulisan pun
yang belum di publish di blog-ku. “Ooow,” dia manggut-manggut sambil berpikir.
Dia bertanya lagi karena kaget melihat aku menutup word tanpa klik
save file. “Kok, gak di-save?!” Eh, kekagetannya malah membuat
aku jadi ngeh bahwa kebiasaan ini
tidak biasa bagi orang lain. (Asik, bisa untuk bahan artikel nih hihihi...)
Akhirnya aku menjelaskan, bahwa aku mengetik hanya untuk
menumpahkan perasaan, di mana saat itu aku sedang sedih. Aku hanya perlu
mengeluarkannya, namun tidak perlu menyimpannya. Untuk apa?
.........................
Yok monggo direnungkan, buat apa menyimpan kenangan perasaan sedih? Atau marah, kecewa, dan perasaan negatif lainnya. Untuk apa masih disimpan? Untuk dikenang? Yakin pengen mengenang yang kayak gitu?
Saya juga baru menyadari akhir-akhir ini. Awalnya terpengaruh
ajaran Konmari sih. Sebuah seni merapikan rumah yang dibawa oleh seorang wanita
Jepang bernama Marie Kondo. Jujur saja sampai saat ini saya belum membaca
bukunya, hanya tahu dari ulasan orang-orang, mengambil poin-poin penting dan
berusaha menerapkan beberapa prinsipnya. Selain itu, saya hanya berpikir dan mengambil
insight (pembelajaran/hikmah) sendiri. Ternyata, prinsip dalam seni beberes ini
juga bisa bikin kita merapikan hidup lho. Merapikan hati kita, melihat lagi apa saja isinya. Masih banyak
kah sampah-sampah berbau busuk yang menyesakkan yang belum dibuang? Masih adakah
tikus-tikus yang menggerogoti? Apakah masih ada iri, dengki, marah, dendam? Seberapa
sering kita membersihkannya? Atau sudah bersih dan lapang kah ia sehingga
nyaman untuk dihuni?
Jadi selain membereskan rumah, lemari, perabot, saya juga jadi
lebih aware dengan hal-hal yang perlu dan yang tidak perlu disimpan; baik itu
di dalam rumah, maupun di dalam hati. Simpan hanya barang-barang yang memicu
kebahagiaan untuk penghuni rumah kita.
Selain itu, keluarkan. Jangan merasa sayang mengeluarkan barang-barang yang tak
perlu disimpan, yang hanya membuat sempit karena mengambil ruang di rumah kita. Bila dikeluarkan, bisa saja kan
barang itu ditemukan oleh orang yang membutuhkannya? Atau jangan merasa sayang membuang kenangan pahit atau berlembar-lembar
prosa dan puisi galau yang mungkin kamu gak bisa lagi bikin puisi kalau gak
lagi sedih atau galau hehehe...
Buang, jangan disimpan. Jangan suka mengenang yang negatif-negatif. Kalau ada hikmah atau pembelajaran yang baik dari kejadian negatif yang kamu alami, simpan hikmahnya saja, peristiwa negatifnya gak usah. Terima, maafkan, lalu buang. Gitu lho...idup udah repot, gak usah ditambahin dengan bikin repot diri sendiri lagi...
Lagipula ya, misalnya saya nih kalau tulisan-tulisan curhat itu
saya simpan. Dipikir-pikir saya ga punya cukup banyak waktu juga untuk membaca
tulisan-tulisan lama apalagi yang berisi curhatan yang banyak. Un-faedah kalau
kata anak jaman sekarang mah, menuh-menuhin storage
aja. Mending masak di dapur ya gak? Hehehe.. Kalaupun saya punya waktu untuk
itu, rugi amat gak sih ketika berniat nostalgia tapi yang dibuka malah luka
hati. Nanti Hayati lelah bang... nanti hayati jadi gak bersyukur karena ingat
masa-masa kelam. Mending kayak gini, hanya simpan (dan posting) hikmah yang
didapat, supaya yang diingat hikmahnya, dan orang lain bisa mengambil pelajaran
yang positif untuk hidup mereka.
Kamu harus tau Gaes, ga bakal bahagia orang yang di hatinya banyak
dendam. Yang ada dia akan makin nelangsa ketika tau orang yang kesalahannya ia ingat terus itu tidak menyadari bahkan lupa
pernah salah sama kamu. Sakitnya tuh di mana Gaes?? Di sekujur hati dan tubuh
lah.
Yuk, maafkan yuk... Toh hati bersih manfaatnya buat kita sendiri kan. Lebih ringan dan lapang menjalani hidup, lebih sehat, lebih bahagia, dan meningkatkan peluang masuk surga juga lho. Ya meskipun manusia bisa masuk surga itu karena rahmat Allah.
Tapi mungkin ada yang langsung teringat dengan cerita sahabat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang selama 3 hari berturut-turut
disebutkan sebagai ahli surga oleh beliau. Dia bukan sahabat yang terkenal
sebagaimana Abu Bakar dan Umar radhiallahu ‘anhum. Karena penasaran, seorang
sahabat yang lain (Abdullah bin Amr bin Ash) meminta izin menginap di rumahnya
dan memperhatikan ibadah orang ini. Ternyata ibadahnya pun biasa-biasa saja. Akhirnya
setelah 3 hari menginap ia bertanya, kira-kira apa yang membuat rasul
shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan bahwa dia adalah ahli surga. Dijawabnya,
“Aku tidak memiliki amalan, kecuali yang telah Engkau lihat selama 3 hari ini.”
Ketika Abdullah hendak kembali, laki-laki tersebut memanggilnya. Ia berkata, “Benar, amalanku hanya yang engkau lihat. Hanya saja, aku tidak pernah
berbuat curang kepada seorang pun, baik kepada Muslimin ataupun selainnya. Aku juga tidak
pernah iri ataupun hasad kepada seseorang atas karunia yang telah diberikan Allah kepadanya.” (Sumber 1 dan sumber 2)
Maa syaa Allah.
gelas kopi aja bijak ya |
Nah, sebagaimana yang tertulis di picture, bahwa "The simplest way to be happy is to let go all the things that make you sad", yuk kita bebenah hati dan memori kita dari hal-hal yang gak perlu disimpan dan diingat-ingat. Apa, berat?
Iya aku tau pasti berat sih.. tapi harus yakin dulu. Bisa, kamu pasti bisa! Da hidup di dunia mah sebentaaaaarr... jangan dibikin susah. Yang sudah pasti luamaa buuaanget itu hidup di akhirat. Itu yang lebih perlu kita perhatikan dan siapkan.Semangat yaa Kamu! Iya, Kamu :)
Baca Juga: Hak Guna Pakai Rezeki
Farah, aku fans berat tulisan dan (senyumanmu) sejak dulu ;D
ReplyDeleteTerimakasih sudah menuliskan hikmah dari pengalamanmu yaaa :)
aaaa Yunda bisa ajaaa ;) terima kasih sudah mengikuti tulisanku ya Nda. Aku pun pengagum kebijaksanaanmu sejak dulu.. muah!
Delete