Halo Assalamualaikum! Fulanahnya ada?
Ehehehe.. apa kabar teman-teman? Mudah-mudahan pada kangen
ya sama saya *eh. Iya langsung saja, saya mau bahas tentang perjalanan mudik
saya minggu lalu. Spoilernya sudah ada di IG Story saya waktu itu, kesannya
kayak liburan kemana gitu ya, padahal mah mudik aja hehehe. Lokasinya di Desa
Pasirtamiang, Kecamatan Cihaurbeuti, Kabupaten Ciamis. Dekat sekali dari
Prancis (prapatan Ciamis), tinggal belok terus naik ke Gunung Sawal. Tahun 2010 juga saya sudah pernah posting tentang jalan ke kampung sama
teman-teman bph bem UI waktu itu. Ini link-nya. Tapi jelas saja yang
sekarang ceritanya berbeda yhaa...
Baca Juga: Cerita Mudik si Abege
Baca Juga: Cerita Mudik si Abege
Mudik kali ini spesial, soalnya saya cuma berdua sama suami,
tanpa ada agenda khusus sebagaimana biasanya kita mudik: idul fithri, idul
adha, musim liburan. Alhamdulillah akhirnya suami dapat cuti 2 hari, dan memang
doi sudah lelah sekali, pengen ke kampung katanya. Ini kampungnya ibu saya. Jadi
lumayan menghemat ga sewa penginapan kan. Hahaha..
Kami naik Bus Budiman dari Bekasi. Baru masuk Tol Bekasi Timur
udah macet aja subhanallah. Jangan tanya bagaimana Cikarang. Normalnya perjalanan
ke sana tuh 5 jam, tapi itu hanya bisa didapat oleh ortu saya yang kalo
berangkat jam 5 pagi naik mobil sendiri (eh berdua) dan ga berenti-berenti, jam
10 biasanya udah selonjoran di sana. Selain itu, wassalam. Kemarin total
perjalanan saya 7,5 jam. Padahal bukan musim mudik..
Begitu udah dekat langsung nelfon bibi di sana, pas sampe
nasinya belum mateng :D Alhamdulillah dimasakin. Sebenernya, Ibu saya bilang ga enak ke sana kalau ga
sama beliau, ga ada yang masakin, soalnya biasa bawa bahan makanan dari rumah
buat diolah di sana. Saya pun bekal kebab dari rumah untuk di jalan, tapi
berniat juga sih mau bawa nuget dari rumah dan beli telor di warung sana untuk
bertahan hidup. Fyi, dari rumah yang letaknya di kaki gunung itu, pasar
itu hanya ada di Rajapolah, Tasik. Kira-kira 2,5km dengan kontur jalanan pegunungan.
Ada motor sih, tapi kayaknya ribet karena pasar di sana tidak sama dengan pasar
di kota sini. Dan ga banyak yang jualan kayak di kota. Yah namanya juga desa
kan... Tapi alhamdulillah semua dimudahkan, dan saya dibuat lupa mau bawa
nuget.
Setelah dibeliin telor di warung sama Bi Ecin (gak pake ‘m’
ya!), kami pun langsung metik-metik sayuran untuk dimasak dan bikin sambel. Dan
nyerok ikan di empang (yang ini saya ga ikutan) buat lauknya. Ga jadi goreng
telor. Alhamdulillah ga jadi bawa nuget, kalau bawa mungkin diketawain sama
ayam-ayam di kandang,
“Yaelah Far itu ayam generasi aki-nini gue, baru mau lo makan sekarang?”
Gunung Sawal |
ikan-ikan yang masih kecil gini sayang kalau langsung digoreng |
pohon pepaya kecil aja udah berbuah banyak ma sya Allah |
tau kan mana yang genjer dan mana yang kangkung? |
tomat biasa dan tomat cheri |
daun genjer. my love. |
langsung nyiangin bayam |
setelah jadi |
itu SD-nya ibuku |
keliatan ga jalannya nanjak? |
Sebagaimana di desa, lepas maghrib di sana hampir tak ada
lagi kehidupan, kecuali di mushola-mushola. Saya dan suami keluar jalan-jalan ke
Rajapolah naik motor, lewat jalanan yang tiada penerangan sama sekali, kecuali
lampu motor kami, dan bulan sabit yang menggantung di langit gelap *tsaaahh. Setelah isya, benar-benar masuk rumah semua
kayaknya. Mungkin mengamalkan sunnah nabi shallallaahu alaihi wasallam, tidak
banyak berbicara setelah isya, dan beranjak tidur segera. Biar bisa bangun dini
hari. Ehehee, husnuzhan.
In sya Allah sehat lah kalau tinggal di sana. Secara makanan
jelas lebih segar, tidak banyak diolah, kecuali micin (emang orang sini kayak
ga bisa idup tanpa micin... dibilang jangan pake micin, diganti *oyco :D).
Terus juga selain makanan, di sana terbiasa bergerak cepat kayak orang turun
bukit. Ya emang nurunin gunung sih hahaha, atau nanjak. Kalau ga biasa ya
ucapkan selamat berjuang lah pada betismu.
Terus, air juga langsung dari mata
air di gunung, bersiiiihh, dingiiiinn, dan kalau diminum kayak ada
manis-manisnya (ini serius, bukan iklan). Udara juga pastinya, bersih. Jarang kendaraan,
kalaupun ada, pohonannya jauh lebih banyak, in sya Allah bisa mencegah polusi. Tapi
di sana ga ada yang ngangkut sampah, jadi penduduk biasanya langsung buang
sampah organik ke empang biar dimakan ikan-ikan dan terurai di air. Orang sana
ga merasa bersalah kalau buang makanan, karena diniatin buat sedekah ke ikan :D
Kalau non-organik? Biasanya menggali tanah di rumah masing-masing, buat tempat membakar sampah hahaha polusi juga dong :D yaaa 'ala kulli
hal, masih lebih bersih lah daripada udara Jabodetabek hihihi...
Hari pertama kami datang, hari kedua kami jalan-jalan, hari
ketiga kami pulang pagi. Antara puas dan ga puas sih. Cepet banget.. tapi
puasnya terutama setelah berhasil ke Galunggung sih. Sama quality time
berduanya. Hehehe..
Alhamdulillaahilladzii bini’matihi tatimmushshaalihat.
No comments:
Post a Comment