"Ga ada salahnya ikhtiar"
Demikian lazimnya orang-orang kalau menyarankan sesuatu. Padahal
kalau menurut saya sih tidak demikian. Benar kita memang diwajibkan untuk
berusaha, berikhtiar semaksimal mungkin untuk sesuatu yang kita inginkan;
alih-alih hanya menunggu datangnya takdir Yang Maha Kuasa, seperti kaum
khawarij. Na’udzubillaah.
Buat orang beriman, tidak ada keraguan lagi akan takdir
Allah yang meliputi segala sesuatu, dan pasti terjadi. Ia tetap berusaha dengan
memaknai usaha yang dilakukannya sebagai ladang amalnya untuk menjemput takdir
tersebut. Jadi kalau sudah berusaha dan berhasil, ia pasti bersyukur, namun tidak
sampai menepuk dada mengklaim keberhasilan itu atas usahanya semata; melainkan
karena Allah mengizinkan hal itu terjadi. Sebaliknya jika semua usaha terbaik sudah
dikerahkan namun belum membuahkan hasil, ia tidak kecewa karena ia yakin hal
itu karena Allah pun menghendaki demikian, bahkan ia mendapat pahala atas semua
usahanya yang telah ia keluarkan.
Ikhtiar itu harus, tapi mengikuti aturan agama lebih harus
lagi. Berhati-hatilah dalam menentukan ikhtiar yang akan kita tempuh, jangan
sampai di dalamnya terkandung hal-hal dosa apalagi jika berbau kesyirikan. Kesalahan
ini nampaknya tipis sekali, saking tipisnya banyak orang terpedaya karena sudah
dianggap biasa dilakukan di masyarakat. Contohnya saya paparkan di bawah ya.
Beberapa waktu lalu ibu-ibu tetangga menyarankan saya untuk ‘urut
peranakan’, katanya biar subur. Karena ada tetangga lain yang habis urut terus
hamil. Pertama, dia hamil karena Allah mengizinkan dia hamil, sedangkan urut
itu hanya sebagai sebab, tidak akan
terjadi jika Allah tidak menghendaki. Kemudian, saya juga coba cari tahu
tentang urut peranakan ini. Saya bertanya pada kakak ipar yang dulu pernah
juga. Katanya urut pertama dan kedua sih ga ada yang mencurigakan, tapi
setelahnya dia diminta membawa sebuah minyak wangi; nah saat itu kakak saya
mulai curiga dan ga datang lagi setelahnya. Saya lalu bertanya juga pada
tetangga yang berhasil itu, kalau menurut dia sih ga ada yang aneh-aneh (beda
tukang urut ya), pure diurut secara
fisik, ga ada unsur metafisiknya. Oke, ini berbeda.
Kemudian saya browsing juga pendapat orang-orang. Sampai ada
yang bilang, “Tapi harus yakin. Kalau ga
yakin mendingan ga usah (urut)”. Nah, saya pribadi paling curiga kalau ada
orang yang menyarankan dengan kata-kata ini. Saya khawatir ada hal-hal yang membahayakan
aqidah di dalamnya. Saya pun bertanya pada guru ngaji saya tentang itu. Beliau
bilang, memang ada yang urut secara fisik (mungkin seperti kisah tetangga
saya), tapi ada juga tukang urut yang pakai jin. Haduh. Na’udzubillah min
dzalik. Nah ini poin kedua, pastikan ikhtiar kita tidak mencederai aqidah kita.
Contoh lagi, saya juga sering mendengar orang
merekomendasikan seorang dokter, yang disebutnya bertangan dingin. Artinya, kalau dokter obgyn yang menangani
program hamil, banyak yang berhasil hamil setelah dipegang/ditangani olehnya. Atau sakit tertentu dan sudah
berganti-ganti dokter namun belum sembuh juga, baru sembuh ketika ditangani
oleh Dokter A misalnya. Hati-hati ya, ini berbahaya sekali.
Bukan dokternya yang salah, melainkan yang ngomong begitu
yang salah. Bukan dokter yang menyebabkan seseorang itu berhasil hamil atau
tidak, melainkan Allah. Bukan dokter yang menyembuhkan penyakit, melainkan
Allah. Dokter-dokter itu hanya sebagai sebab,
yang Allah izinkan takdir-nya melalui dia, tapi kesembuhan sama sekali bukan
berada di tangannya. Dokter-dokter yang lurus aqidahnya, pasti akan meralat
bila pasiennya mengatakan demikian. Bahwa hanya Allah yang bisa menyembuhkan. Dokter
hanya berikhtiar, sama seperti si pasien. Bukan yang menentukan.
Demikian juga, ada orang-orang yang menyalahkan gurunya
karena tidak berhasil mencarikannya jodoh. Yaelah, jodoh itu di tangan Allah,
bukan di tangan guru ngaji! Boleh-boleh aja minta tolong cariin, tapi keyakinan
harus lurus tetap pada Allah, bukan pada guru ngaji. Siapa tau Allah berkenan
memberi dari jalur yang lain. Ya gak?
Contoh lain juga, orang mengatakan dia mendapatkan rezeki
atau keberhasilan setelah mengamalkan ibadah ini atau wirid itu. Astaghfirullah.
Belum pula pasti ibadahnya itu diterima, sudah diklaim sebagai sebab
berhasilnya. Astaghfirullah, semoga Allah melindungi kita dari kesombongan
semacam ini. Terdengarnya sih syar’i ya, keren, tapi berbahaya sekali bicara
begitu. Kalaupun memang amalannya seperti yang dijanjikan Allah dalam Al-Quran
atau sunnah nabi seperti ganjaran berlipat untuk sedekah dan shalat dhuha
misalnya, jangan lupa selalu katakan, alhamdulillah,
atau bi idznillah, dengan izin Allah,
kembalikan semuanya pada kekuasaan Allah. Karena siapalah kita ini bisa menjadi
sebab manfaat atau mudharat, melainkan hanya Allah yang bisa memberi atau
menahan rezeki.
Maka usaha itu tetap harus, Sobat. Karena itu ladang kita
untuk memupuk amal yang mudah-mudahan dengannya Allah jadi rido sama kita. Tapi
pastikan usahamu benar. Jangan sampai aqidah yang sudah susah payah ditanamkan
oleh orang tua dan guru-guru kita ini, rusak gara-gara kita tidak jeli melihat
hal-hal yang bisa merusaknya. Semoga Allah menjaga kita semua. Yaa Muqallibal
Quluub, tsabbit qalbi ‘alaa diinik. Aamiin.
Baca Juga: Origin - Dan Brown (Book Review)
Sumber Gambar: klik https://www.alinea.id/nasional/ini-alasan-ar-rayah-dianggap-bendera-hti-b1U739eKo
Sumber Gambar: klik https://www.alinea.id/nasional/ini-alasan-ar-rayah-dianggap-bendera-hti-b1U739eKo
No comments:
Post a Comment