Lingkungan kontrakan
kami cukup ramai dengan anak-anak. Dari balita sampai SD. Kesan saya
tentang
mereka mirip dengan kesan saya terhadap anak-anak di Depok; supel.
Mereka yang
mulai menyapa kami, memanggil kami bila berpapasan dari jauh, main-main
di
teras rumah kami, nanya-nanya sedang melakukan apa dan sama siapa,
bahkan bantu
nyapuin teras juga pernah. *kerajinan*
Waktu saya dan suami
baru tiba Selasa dini hari (9Okt), paginya kami membongkar rumah,
bersih-bersih, menata kembali barang-barang. Anak-anak yang baru pulang
sekolah
itu menghampiri, nempel-nempel di tembok depan, ngeliatin, minta
ditanya. Hehe..
Aku bertanya nama, rumahnya di mana, kelas berapa… lalu, “Tante dari
mana?” Ada
juga waktu suami saya sedang di teras, seorang anak laki-laki
menghampiri, “Lagi
apa Om?” “Bersihin kipas”, jawab suami. “Sama siapa Kita?”,
anak itu bertanya lagi. “Sama istriku”, jawab suamiku. “Mana?”,
“Lagi di kamar mandi, ga boleh”, kata suamiku. Hahaha..
Beberapa hari kami di
sini, teras kami mulai ramai dengan anak-anak bermain. Apalagi kalau
libur,
meskipun kami sedang tidak membuka pintu. Mengintip sedikit dari
jendela,
mereka langsung nyengir, “Tanteeeee!”… Beberapa juga suka main ke dalam
rumah. Lucunya,
“Ada kue ta?” :D
Naaahh trus uniknya
lagi di sini kalau belanja ke pasar kawan… Bingung aja gitu waktu beli
bawang, “Berapa
bu?” Jawab penjualnya, “Lima ribu setengah liter”. Uuhhmm, saya dan
suami sempat
melongo sebentar. Bawang? Literan? Oh, ternyata di kasih wadah literan
beras,
masukin bawangnya padat-padat, sampai penuh wadah itu. Itu namanya
bawang
setengah liter ^^. Terus lagi, beli telur, ga ngaruh mau beli berapa
kilo,
dihitungnya perbutir. Kalau telurnya lagi besar-besar ya untung, kalau
kecil-kecil? Yap, rugi, karena harganya sama.
Hhmm sekarang tentang
makanan. Saya ini maniak bakso. Dan di sini susah nyari bakso,, hiks..
Di ajak
suami makan bakso yang paling lumayan dan paling mirip dengan di Jawa,
lumayan
jauh. Rasa daging baksonya lumayan, tapi tetap saja disesuaikan dengan
lidah
orang Makassar, pakai buras (semacam lontong bersantan), lalu mi-nya
menurut saya agak aneh. Kuning agak
kering. Bukan belum matang, tapi memang segitulah matangnya. *Kangen
bakso
jawa..
Begitulah, kata
Sayyidina ‘Ali ra, jarang bertemu itu menumbuhkan rasa rindu. Mamah,
ayah,
kakak, aku kangen… hiks..
Suamikuuuuu cepet pulang
yaaah
^_^ <3
Iya bunda....ayah udah di depan pintu nih...^^
ReplyDeleteups! ^_^
ReplyDeletesama bu, di sini juga telor dijual butiran. Waktu baru dua hari di sini dengan pede-nya ke warung terdekat dan lgsg blg ke penjualnya, "Pak, beli telor setengah kilo!"
ReplyDeleteSi bapak cuma senyum dan jawab, "Kalau di Jawa ngga heran telor dijual kiloan, Mas. Tapi di sini jualnya butiran."
Wkwkwk..
wah iya ya di? jangan2 cuma di jawa doang lagi yg jual telor kiloan? :D
ReplyDelete