Aku belum dapat mata kuliah Psikologi Abnormal dll, jadi cuma bisa nyengir waktu dikasih pertanyaan itu. Yang jelas orang tuanya selalu kerepotan karena anaknya (sangat) tidak bisa diam dan sulit dikendalikan. Yang jelas pagar rumah harus selalu terkunci saat ia di rumah. Rentang perhatiannya pendek; ia bertanya tentang suatu benda, lalu pindah ke benda lain sebelum benda pertama selesai dijelaskan. Ia sangat sulit untuk fokus. Kalau mau fokus menonton tv misalnya, ia harus mendekatkan matanya ke layar kaca, sampai hampir menempel.
Ia juga sering membuat rumah berantakan, bahkan setelah dibereskan oleh, adiknya, yang alhamdulillaah, seolah paham dalam keluguannya, bahwa kakaknya berbeda. Adiknya sabaaaar sekali. Suaranya keras. Dan ia hampir selalu berteriak. Dokter tampaknya tidak menjelaskan dengan baik, tapi obatnya tetap mahal.
Memasuki semester 3 dan mulai belajar psikologi perkembangan, dosenku sekilas menerangkan tentang gangguan-gangguan dalam perkembangan anak. Salah satunya ADHD. Attention Deficit & Hyperactive Disorder. Kurang bisa fokus dan hiperaktif. Yups. Dalam pertemuan keluarga berikutnya aku sudah bisa menjawab, “Bukan autis kok Kak, hanya ADHD, ” sambil kuringkas penjelasan dosen. Hehe.. Seiring waktu dan kesabaran orang tuanya, alhamdulillaah keponakanku itu mulai bisa diajak kompromi untuk diam, atau melakukan hal lain dengan lebih baik. Tidak teriak-teriak, dan tidak terlalu hiperaktif. Meski ia masih tampak berbeda, alhamdulillaah sudah jauh lebih adaptif.
Entah kenapa ya, aku merasa anak ini senang ‘menggelendot’ di lenganku. Menceritakan apa saja. Suatu waktu ia bilang mau menyetor hafalan An-Naba’-nya. Tidak selesai, karena di tengah malah nyambung ke surat lain yang mirip. Hihi.. Berikutnya melapor kalau ia mulai suka menulis diary.
Pertemuan berikutnya bilang ‘aku kangen deh sama Kakak, kok Kakak ga ke kampung sih kemarin?’. Hhmm… meski agak beda, cuma dia yang ekspresif tentang perasaan gini. *jadi enak. Selanjutnya bertanya nomor hp dan memiscall nomorku, minta di save. *fyi, baru saja naik kelas 6 anaknya, tapi mohon jangan bandingkan dengan kelas 6 –ku atau kamu dulu.
Waktu pertemuan keluarga besar di rumah terkait persiapan pernikahan kakakku, dia dan keponakan-keponakanku seumurnya yang lain, dan aku, berkumpul di kamarku. Dia bertanya, “Kakak, kakak kapan nikahnya?” Kujawab, doain aja yaaa.. Dia bilang iya. Ehh..nyeletuklah seorang sepupunya yang lebih kecil, “Ngga ah, aku ga mau doain..” Haha, bukan masalah, tinggal bilang, “Eh, ntar kalo aku udah punya suami kan THR-nya dobel”. ‘Aaaahh!! Iya iya aku doaiiinn…’ hahahaha… bocaaaahhh -____-‘’ *intermezzo yak*
Dia masih nempel waktu aku menambahkan nomornya ke kontak hp. Lalu kuketik namanya dengan sedikit pelesetan, nabilcuy. Dia kaget (dan membuatku kaget juga tapi tetep bisa ngeles), tapi sebelum dia protes, aku bilang, ‘ini panggilan sayang aku buat kamu’. Tau ga apa reaksinya? Dia langsung melonjak senang.
Ooh.. terlepas aku memang sering menambahkan panggilan nama teman dengan ‘cuy’, juga terlepas dari aku yang memang suka gombal, aku jadi makin sayang beneran sama anak ini.
Keluarga Besar, 19 September 2011
kuliah psikologi emang keren (loh??! hehe)
ReplyDeletehaha.. d(^_^)b
ReplyDeleteADHD ini progress bisa membaik ga?
ReplyDeleteinsya Allah bisa. keponakan saya ini contohnya.. ^_^
ReplyDeleteTemen saya punya saudara yang ADHD.. moso klo itu anak ADHDnya ngamuk, dicemplungin sama Ibunya ke kolam renang yg ada di rumahnya.. itu gpp ka? apa termasuk treatment buat si anak?
ReplyDeletewahhh tega T_____T itu kan bukan mau anaknya dia hiperaktif gitu.. harusnya diterapi..
ReplyDeleteiya kak diterapi, katanya si bahkan terapisnya yg dtng ke rumah.. tapi ya gt, klo si anak ngamuk, dy dicemplungin ke air sama Ibunya..
ReplyDeletemungkin iya terapi.. tapi dengan punishment.. kasihan anaknya..
ReplyDelete