*Pelajar; Pengangguran Banyak Belajar*
Sekilas, judulnya tampak okei ya? Tapi sebenarnya ini hanya cerita tentang perjalanan pembelajaran saya selama bertahun-tahun. Yah, begitulah saya, seringkali agak lama untuk menguasai suatu hal. Haha… Yang penting kan mau belajar *ngeles. Yap, ini tentang memasak.
Saya belum bisa masak. Tapi, tidak sebelumbisa sebelumnya sih (apa sih). Seperti yang pernah saya ceritakan, sangat sulit bagi saya untuk bisa membuat masakan sendiri yang enak. Semua orang bilang, “nanti juga bisa, yang penting mau belajar”. Ya, saya pun menanamkan kata-kata itu di lubuk hati saya yang terdalam *lebay. Tapi. Saya sempat hampir putus asa sebenarnya, karena kekurangan saya bukannya tidak mau belajar, melainkan pada fisik: lidah saya sangat tidak peka terhadap rasa. =_=”
Suatu saat, orang tua saya pergi ke luar kota selama beberapa hari. Jadilah saya yang sedang tidak ada pekerjaan tetap, tiba-tiba iseng, berkeinginan untuk belajar mengurus rumah seluruhnya. Belajar jadi ibu rumah tangga, hahay! Termasuk masak-masak.
Pada suatu pembicaraan telepon, ibu saya meyakinkan, suatu saat nanti pasti saya akan bisa masak, lebih baik dan lebih enak dari beliau (saya sangsi sebenernya). Beliau mengingatkan tentang diri saya sendiri: meskipun lama bisanya, tapi karena tekun, biasanya malah lebih berhasil daripada yang bisa menguasai lebih cepat. Beliau semakin membuat saya terharu dan menitikkan air mata (lebay, tapi ini beneran) saat bilang, justru penghargaan terhadap sulitnya proses itu yang membuat saya semakin berusaha dan lebih berhasil (hwaaaa!! Hikshiks..).
Hari pertama, saya mengundang teman untuk menginap. Paginya, membuat sarapan. Lebih karena ‘kewajiban’ karena kakak saya mau ngantor, plus ga yakin hasilnya enak, menghasilkan masakan yang agak aneh rasanya. Kebanyakan bawang putih. Untungnya kakak saya tidak sempat sarapan pagi itu. Haha,, dudul ya gue...
Esoknya, saya membuat sarapan lagi. Kali ini yakin, “enak, insya Allah”. Hasilnya, jengjeeeennggg!!! Enak! Apalagi kakak saya sempat sarapan, dan ngasih 2 jempol. Alhamdulillaah ^_^ Di hari itu juga saya memasak yang lain lagi untuk dibawa ke tempat saudara. Alhamdulillaah, bahagia banget rasanya waktu orang-orang menjawab ‘gak ada yang aneh kok’, ketika saya tanya. Itu baru ‘tidak ada yang aneh’, belum saya tanyakan enak atau tidaknya. Ah, tidak aneh saja sudah membuat saya sangat senang ;)
Besoknya, entah saya jadi keranjingan ‘kepercayaan diri’ untuk memasak. Karena itulah kuncinya. Kalau kita ragu akan hasilnya, ternyata masakan malah merefleksikan keraguan itu menjadi ‘rasa yang aneh’. Pede ajee..hehe…
Lalu saya pergi, baru pulang sore harinya. Dan…terharu waktu liat piring saji kosong… masakan saya dilahap habis.. hiks.. alhamdulillaah…
Ah, ini mah curcol pisan. Sebenarnya intinya ya seperti di judul itu, “Tidak pernah ada harga mati untuk sebuah kekurangan”, selama kemauan untuk belajar itu masih ada.
Kemauan, untuk belajar.
*jadi laper....belom makan siang soalnya....
ReplyDeletebukankah kelik selalu laper?
ReplyDeletewkwkwkwkwk.. piss!! ^_^v
hwahahahaha.....
ReplyDeleteaku bersyukur Far, ga ada yang keracunan makan masakanmu :p
*aku juga*
ReplyDeletealhamdulillaah ;)
farah masak sambil smsan ama aku
ReplyDeletehahaha^^
Farah, aku coba kalau mamiku keluar kota juga
*ngeles padahal males*
yeeeiii... aku smsnya setelah berhasil tau vyk... *pamer. haha
ReplyDeleteyah vyka.. ayo semangat belajar...!! ga pake maleeessss.... >_<"
Wah, cv nya bisa diupdate tuh.. :D
ReplyDeletewah... iya ya kak.. betul betul.. hahahahaa..
ReplyDelete*duduuull..