“Di saat kita bersama,…” (Sheila on 7, Kita).
Ini lagu zaman saya ABG, suka sekali dengan group band ini (selain Padi). Tak jarang saat tersebut kata ‘kita’, terngiang langsung kata-kata awal lagu ini. Mungkin terinternalisasi dalam pikiran. Wajar..
Kalau,
“Lu aja sama kambing”
Mungkin kata-kata di atas itu telah biasa kita dengar atau ucapkan. Atau sapi lah, yang kolesterolnya lebih rendah (lhoh?). Sampai di sini makna kata ‘kita’ masih dikembalikan pada makna sebenarnya, merujuk pada jumlah orang lebih dari 1 dengan mengikutkan si pembicara dan orang yang diajak berbicara. Kita: aku dan kamu; aku, kamu, dan dia.
Ternyata,
Orang Sulawesi Tenggara keturunan kerajaan Tolakki punya ‘makna’ yang berbeda lagi dengan yang selama ini kita kenal. Kata ‘kita’, mereka gunakan sebagai panggilan hormat pada orang lain. Awalnya saya bingung ketika berbincang dengan ibu-ibu di sana, beliau berkata (nada bertanya), “Kalau kita?” sambil ibu jarinya menunjuk saya. Ternyata maksudnya adalah, kalau kamu gimana? :D
Tapi belakangan ini,
Sepertinya telah terjadi pergeseran makna dari kata ‘kita’ itu. Bagi anak Jakarta dan sekitarnya (kayak azan), 'kita' tak ubahnya bermakna sama dengan ‘kami’. Hayo, pada nyadar ga ya? Misalnya saat mengajak teman untuk ikut dengan kelompok yang saya (atau kamu) terlibat di dalamnya, “X, mau bareng kita gak?”
Nah lho. X-nya aja belum ikutan, sudah nyebut ‘kita’. Padahal belum tentu kan si X itu mau ikut? ;D Kan seharusnya, “X, mau bareng kami gak?” Yah. Itu hanya contoh kecil. Sebenarnya banyaaaakkk dan sudah seerrriiiiiinggg sekali salah.
Kesimpulannya,
Bahasa itu, seringkali multiinterpretasi, banyak makna yang bisa muncul hanya dari satu kata. Beberapa daerah punya makna yang berbeda untuk kata yang sama di daerah lain. Tapi, menurut saya perlu dibedakan; mana yang memang buah dari kekayaan budaya, dan mana yang penyalahgunaan.
Humm, bicara budaya, sepertinya akan jadi menarik. Kapan-kapan deh.
*Cinta bahasa Indonesia…!!!
Bahasa khan hanya sebuah kesepakatan bersama untuk berkomunikasi secara verbal. Membatasi dan melabel suatu bahasa sebagai sebuah penyalahgunaan, berarti telah memaksakan kehendak sendiri pada komunikator dan komunikan yang mempergunakan bahasa tersebut.
ReplyDeleteBiarkanlah bahasa menjadi makhluk dinamis. Yang perlu kita masalahkan adalah kontennya.
B4hk4n b4h454 4l4ypun 4d4l4h 5u4tu k234t1v1t45 y9 p32lu qt4 h42941.. :D
Bahasa khan hanya sebuah kesepakatan bersama untuk berkomunikasi secara verbal. Membatasi dan melabel suatu bahasa sebagai sebuah penyalahgunaan, berarti telah memaksakan kehendak sendiri pada komunikator dan komunikan yang mempergunakan bahasa tersebut.
ReplyDeleteBiarkanlah bahasa menjadi makhluk dinamis. Yang perlu kita masalahkan adalah kontennya.
B4hk4n b4h454 4l4ypun 4d4l4h 5u4tu k234t1v1t45 y9 p32lu qt4 h42941.. :D
sejak kapan angka 2 adalah huruf R? bahkan kakak yg di atas ini lebih kreatif dari yang pakai b4h454 4l4y ;p
ReplyDelete^_____^
ReplyDeleteyyaa,,, betul juga...tapi kan bahasa itu punya aturan. Tau kan fenomena menurun drastisnya nilai ujian nasional mata pelajaran bahasa pada para pelajar negeri kita? menurut saya hal ini buruk untuk keberlangsungan bahasa hasil budaya kita...
ReplyDeletemenurut saya sih lebih baik dan lebih kreatif kalau buat kata baru :D
namanya juga raja 4L4Y... haha...*saya juga sebenernya ga nyangka :D
ReplyDelete:D
ReplyDeleteMungkin karena bahasa indonesia yg baik dan benar, kurang dapat mengakomodir kreativitas para penggunanya, makanya banyak "penyimpangan" dimana-mana..
ReplyDeleteHaha, mentor dan mentee yang kompakan..
kita kan BMB (bukan 'mentor-mentee' Biasa) .. iya kan,ka far?
ReplyDelete*pokoknya jawabannya harus iya!*
tapi saya ttp bisa kreatif tuh kak dengan bahasa indonesia yang baik dan benar *ngakungaku. haha...tapi bisa bener juga sih ka iman, sepertinya saya terlalu cepat kalau menggunakan kata "penyalahgunaan".
ReplyDelete*atau mungkin perlu dilihat dari sisi masyarakatnya?
iya
ReplyDelete*dipaksa, hiks :D
Bisa panjang kalau didiskusikan.
ReplyDeleteIntinya, jangan sampai bahasa indonesia (yg baik dan benar) membatasi kreativitas kita. Biarkan syariat Islam yg melakukannya.
"Kreativitas tanpa batas, tapi tetap syar'i"
:D
baiklah...
ReplyDeletekalimat terakhir agak ambigu. syariat islam membatasi kreativitas atau melakukan kreativitas itu sndiri? *maaf,anak kecil emang dikit2 ambigu*
ReplyDeletetanya ama mentormu aja ya..
ReplyDeletehe2..
ga sopan nih ka iman. itu kan bukan pikiran saya. tanggung jawab lah kak...
ReplyDelete*kalau saya sih nangkepnya, syariat islam yg membatasi kreativitas (bukan meniadakan), agar tetap pada jalur yg benar...wallahu a'lam
yap, mentor yang cerdas.. :D
ReplyDeletemaksudnya? kalo mentee-nya nggak gitu? *suudzon*
ReplyDeletebukan, tapi GeER. ngerasa selalu diomongin. haha...
ReplyDelete*jumat dan sabtu ini "ikut" yaa...!!
janjian mentoring kok di mp neng..
ReplyDeletehehe..
*sotoy*
gut..gut..langsung sadar diri.
ReplyDeletekalaupun iya,apa salahnya berkomitmen mentoring dmnpun sedang berada *abis ini ditraktir mentornya,YES!*
;D
ReplyDelete