Cerita bermula dari penugasan saya sebagai tim material SIMAK UI beberapa waktu lalu di Kendari, Sulawesi Tenggara. Tahun sebelumnya saya mendapat kesempatan menjejakkan kaki di Borneo, tepatnya di Pontianak, Kalimantan Barat. Tahun lalu sih yang mengantar kami ke mana-mana (lokasi ujian, makan, jalan-jalan) adalah dari pihak Panitia Lokal dari Dinas Pendidikan setempat. Menjejak tepat di garis lintang 00 bola bumi, di Tugu Khatulistiwa. Menyeberangi sungai Kapuas yang sangat besar, menyambangi tempat budidaya lidah buaya, dan lain-lain. Tapi tahun ini kami (saya dan seorang dosen) diservis penuh oleh pihak BNI; ditraktir, diajak jalan-jalan, diberikan oleh-oleh, hummm…
Nah. Ada 3 pegawai BNI yang setia mengantar kami. Ketiganya laki-laki, sudah menikah, dan semuanya tinggal jauh dari keluarga. Kebanyakan mereka orang Bugis, memiliki keluarga di Makassar, tapi ditugaskan di Kendari. Mereka bertiga, ditambah kepala cabangnya yang juga senasib yang ternyata beliau adalah tetangga saya di Bekasi dan di mana istrinya adalah teman ngaji ibu saya (betapa dunia ini sempit oy!!), selama dalam perjalanan di mobil, banyak bercerita. Seorang dari mereka lulusan UNHAS yang ternyata satu perguruan dengan saya, juga merupakan murid dari pelatih karate saya waktu di Makassar (pfiuh!). Yang lain mengaku lulusan UNGGAS (Universitas Gagal Unhas).
Menurut cerita mereka, kalau sedang senggang di kantor, “pria-pria single” ini biasanya pergi ke mushalla, entah mungkin mereka berbagi rasa. Hehe.. berkumpul bersama teman senasib memang seringkali melegakan. Bahkan Minggu pagi pun mereka tetap bangun pagi dan berkumpul, main futsal bersama. Malam hari pun, siap-siap saja kalau ponsel berbunyi, karena bos (sang kepala cabang) sering meminta untuk ditemani (jangan berpikir yang macam-macam ya).
Perbincangan-perbincangan kami menyimpulkan bahwa ternyata laki-laki itu lemah (terpengaruh oleh dominannya si ibu dosen yang agak menganut paham feminis). Coba deh perhatikan. Kalau istri meninggal, suami pasti butuh punya istri baru; untuk mengurus anak-anaknya, rumahnya, dan dirinya sendiri. Tapi kalau suami meninggal, istri biasanya tidak terlalu butuh untuk menikah lagi. Mengurus semuanya, sudah biasa, bisa sendiri. Untuk urusan mencari nafkah, tidak sulit juga bagi kebanyakan perempuan tokh? (logat keturunan Kerajaan Tolakki yang terpengaruh oleh bahasa penjajah—Belanda).
Hhmmhhmm,,, terlepas dari setuju atau tidak setuju dengan paragraf di atas (saya kok setuju ya? ;D), saya cukup salut dengan suami-suami jauh dari istri tersebut. Mereka memang “mengaku” single, tapi selalu membawa-bawa istri dan anak mereka dalam obrolannya. Ah, memang, kasihan sekali mereka. Mereka –yang akhirnya mengaku lemah itu—ingin menghibur kami, banyak bercerita lucu, mungkin juga untuk menutupi nestapa kerinduan terhadap belahan jiwa dan anak-anak nun jauh di mata. Padahal, menurut mereka, kalau tidak kuat-kuat dengan agama sih, banyak sekali “godaan” yang mampir yang sebenarnya mereka berpeluang melakukannya karena jabatan mereka cukup teras. “Godaan”, ya, yang terkait dengan “wanita” laa… Melihat mereka, atau ketika mengingat mereka, doa yang terlintas hanya, “Semoga cepat ditarik kembali ke daerah masing-masing ya, bapak-bapak single…”
Dan, sebelum tulisan ini saya akhiri, iya ya, laki-laki itu ternyata lemah ;D
Hhe, buat para pria, piss ah! (^_^)v
Hhe, buat para pria, piss ah! (^_^)v
Bekasi, 16 Mei (165) 2010
hmmmm...
ReplyDelete..... kenapa le? ngerasa? wkwkwkwkwkwk... piss!! ;D
ReplyDeleteemang farah sekarang kerja dimana?
ReplyDeletejadi ngebayangin bokap aja..sama om-om yang dulu ke timor timur..salah satu alasan mreka mw bertahan hidup kan karena dirumah ad istri & anak yg nunggu...
ReplyDeletehmm.....
ReplyDeletebegono toh...
Jadi nyari orang mana kak? *gak nyambung gw
ReplyDeleteiiihhh aku bacanya sediiiihhh..
ReplyDeletebawa2...........>_<"
sy kira memang insting pria menjadi kuat untuk melindungi yg dicintainya... klo dicerita ini mereka bertahan untuk melindungi keluarganya... ketika yg ingin dilindungi hilang maka hilang juga kekuatan itu...
ReplyDeletehehe..makanya kalo dinas anak istrinya dibawa juga. lumayan anaknya jadi bisa eksplorasi daerah baru juga.. :D
ReplyDelete*pengalamanpribadi*
hm....
ReplyDeletetuh le... lelaki itu lemah... sabar yaa... :p
ReplyDeletemenurutku, perempuan memang tangguh, tapi tetep aja butuh laki2..
ReplyDeletehehehe...
ReplyDeleteintinya saling membutuhkan lah...
belom pernah ketemu istri2 yg jauh dari suami sih...
a bit like this
ReplyDeletelagi ngetes jurus baru:
ReplyDeletedi multiply incorporation kak, sebagai kontributor a.k.a blogger ;D
ReplyDelete........... berarti istri dan anak cukup memberi kekuatan untuk mereka bertahan ya le.. ;)
ReplyDeleteyah, begitulah ^_^
ReplyDeleteiya, ga nyambung,,, ^_^
ReplyDeleteduh maappp... saya tidak bermaksud nona manis.. ini hanya kesepakatan kami waktu di sana, saya buat artikel tentang mereka, dan ibu dosen buat skenario untuk difilm-kan.. *ga yakin jadi juga sih. hehe..
ReplyDeletemaaf ya tropicana..
........... berarti istri dan anak cukup memberi kekuatan untuk mereka bertahan ya le.. ;)
ReplyDeleteberarti bener kan, hipotesis saya? *maksa
ReplyDeletePis ah bung! ;D
dan istrinya juga bisa jalan-jalan. haha, sepakat ra!
ReplyDeleteakhir-akhir ini kelik seperti kehilangan kata-kata kalo komen di blog saya ;D
ReplyDeleteelu juga rang,,, ;D
ReplyDeleteya, memang, seperti laki-laki yang nampak kuat, tapi selalu butuh perempuan *teteeeuupp.. ^_^
ReplyDeleteya memang, saling membutuhkan dan saling melengkapi. kalo ketemu istri-istri jauh dari suami sih saya sering, tapi ketemunya ga sambil jalan-jalan kayak cerita ini =p
ReplyDeletewow berhasil! pencet apa tuh ra? ;p
ReplyDeleteWeits.. Ngajak perang niy..
ReplyDelete:D
Jadi inget kisah khalifah Umar bin Khatab ra. yang mendengar keresahan perempuan yang ditinggalkan suaminya ke medan perang. Perempuan itu gak tahan ditinggal suaminya lebih dari 3 bulan. Makanya semenjak itu, setiap prajurit kekhalifahan yang berjihad dipulangkan setiap 3 bulan sekali.
Dari kisah tersebut, saya kok berkesimpulan bahwa yang lemah tuh justru perempuan.. :D
berusaha mengurangi komen OOT dan geje Far...
ReplyDelete^_^
wuaa... memangnya kalo 'hmm' itu jelas ya lik? ;D
ReplyDeleteyeeeiiii,,, bisanya ngebales.. iya deh, iya, sama-sama lemah *ngaku.
ReplyDeletetapi kesimpulan saya di atas kan berdasarkan pengakuan mereka ka iman... mewakili jenis mereka; laki-laki ;D
masih mikir mau komen apa...
ReplyDeleteperempuan itu lemah karena mereka setia..
ReplyDeletelaki-laki itu lemah karena mereka butuh kesetiaan..
kata ibuku,kak..
wah, ibumu filosofis sekali. like this! ;p
ReplyDelete*salam ya..
Haha, ngaku juga..
ReplyDeleteKalau saya mah gak mau ngaku.. :D
Yah, yang penting kita bisa menempatkan diri, kapan saatnya merasa lemah (ex: ketika menghadap Allah), dan kapan saatnya merasa kuat (ex:ketika menghadapi masalah).
like this!
ReplyDelete*ngalah aja ah, udah gede ;D
udah ahh.. sama2 membutuhkn kok :P
ReplyDeletejadi farah ceritanya ngga lemah ni? ("karena laki2 itu ternyata lemah")..hihi..
ReplyDeleteJd inget "gahar" mba rahma.hahahaha...inget masa muda.
ReplyDeletetugas dines, siap ditempatkan di mana-mana. menyeramkan. hahaha
ReplyDeletekenapa serem? kan enak jalan-jalan ;D
ReplyDeleteeke ma ogah jd PNS.., ga siap lahir batin
ReplyDelete--kek apaan--
ha? apa hubungannya dengan jadi pns?
ReplyDelete