Monday, April 26, 2010
Friday, April 23, 2010
cerita mudik si abege
farahzu
2:37 PM
5 Comments
Yak. Masih bersama proyek mengabadikan beberapa tulisan di buku harian saya dulu. Kali ini, saya sengaja mengambil tulisan dalam bentuk yang lain dari postingan sebelumnya. Supaya representatif ^_^ Kali ini, cerita.
Senin, 17 Desember 2001, 2 Syawal 1422 H Pagi yang sibuk… Bangun-bangun langsung shalat, mandi, trus beres-beres. Yang rencananya berangkat mudik abis subuh, eh jadinya malah jam 10.30. Tapi udah nyuci, ngepel atas-bawah, nyapu jalan, pokoknya beres deh! Udah ya, jam 11.00 baru jalan dari Hero Bareng wa Yayat.
Singkat kata hemat kertas, jam setengah 8 malem kami berempat nyampe di rumah uwa, di Cijoho. Tauk deh ke mana dulu wa Yayat. Turun dari mobil dan mu masuk ke dalem, Ceu Erna + Aa Oman udah siap di depan pintu. Lebaran + kenalan. Soalnya, aku belom pernah ngomong sama A Oman. “Ayo, ini siapa?” tanya ceu Erna. Kata A Oman, “Ini FFFarah.” Dueileh, fasih amat “F”nya. “Ini?”, “Waaah, ini sih kawan lama..” sama Kak Aris. Udah lebaran sama semua, aku shalat, trus ngobrol-ngobrol ama semuanya sambil nonton. Aku udah nyantai gini, Eva + keluarga baru nyampe. Nyangkut kemana dulu nich?!
Selasa
Pagi yang dingin…. aku bangun jam 04.00, langsung mandi, trus shalat…. Sekarang lebaran dulu ke Pasir (Tamiang). Di Pasir banyak orang, tapi nggak terlalu rame. Nah, rencananya, hari ini bakar ikan. Si Uul, mancing di balong dapetnya buanyak banget. Gede-gede lagi. Gurame, mas, tawes… Dicki didorong Atop, nyebur ke empang, rutinitas tiap taun.. BYUUURRR…… Udah ah, ceritanya disensor.
Hehe… Di atas ada tanggal hijriah tuh. Bukan karena aku sering memakai, tapi karena aku ingat itu hari kedua lebaran. Hehehe… Jadi ini cerita tentang keluargaku yang pergi mudik ke Perancis (Perapatan Ciamis), kampung ibuku. Memang sebenarnya sih sudah masuk Ciamis, tapi daerahnya jauh lebih dekat ke Tasik daripada ke Ciamis (so, what??). Ada yang kenal sentra kerajinan Tasik, Rajapolah? Nah, aku dan sepupu-sepupuku sering jalan kaki pagi ke sana (jalan-jalan, sarapan kupat tahu dan serabi, atau belanja kerajinan). Tapi pulangnya, terima kasih deh kalau harus jalan kaki juga. Biasanya kami pulang naik andong (delman, ihiy asiknya, desa banget deh,, tapi indahhhh) dari Rajapolah sampai pertigaan Sadikin. Dari situ ke rumah, jalan kaki.
Sebenarnya mungkin tidak seberapa jauh, namun, bisa dibayangkan demikian. Pagi-pagi ketika kami masih segar kami jalan beramai-ramai, menuruni bukit ditemani matahari pagi yang masih malu-malu. Pulangnya, kami sudah letih, matahari mulai meninggi, dan, jalanan menanjak. Hufffhh… kenapa tidak naik andong saja sampai rumah? A Dede sepupuku pernah mencoba, tau apa yang terjadi? Begitu sampai depan rumah, tuh kuda muntah-muntah. +.+
Kalau mudik ke kampung ibuku, kami sekeluarga selalu naik mobil. Kira-kira 5-6 jam perjalanan. Maklum saja, dulu belum ada Tol Cipularang, jadi lewat Cikampek, Purwakarta, dst saya gak hafal. Nah, lokasi Hero ituh, sekarang jadi Bekasi Cyber Park. BCP ini dekat sekali dengan gerbang Tol Bekasi Barat yang langsung terhubung ke Cikampek. Wa Yayat itu, kakak ibuku yang nomor 3 (yang kukenal karena masih hidup ketika aku lahir). Nah, Cijoho itu, nama, apa ya, kelurahan sepertinya, tempat rumah uwak saya yang perempuan (kakak ibu nomor 2), kami memanggilnya Wak Titi. Beliau tinggal di Jakarta, tapi sering mudik. Ceu Erna dan A Oman adalah anak dan menantu keempatnya Wak Titi, di mana saat itu merupakan pengantin baru yang aku belum pernah berbincang dengan A Oman. Kak Haris, itu kakakku. Kalau Eva, itu sepupuku dari adik ibu saya yang bungsu, tepat di bawah ibu saya. Eh, lihat deh kata terakhirnya, ‘nich’, hahaha, bahasa abege bener dah. Kalau Pasir Tamiyang, itu nama kelurahan ‘di atas’ Cijoho. Maklum, di gunung, jadi jalanannya naik-naik dan turun-turun (kalau naik turun kayak roller coaster).
Rumah di Pasir Tamiyang yang sering kami tinggali adalah rumah Wak Toha, uwakku yang paling oke. Hehe, kakak ibuku yang ke-5 (ibuku anak ke-7). Wak Toha ini juga tinggal di Jakarta, tapi punya rumah di kampung.
Gituh..nah, di rumah wak Toha ini, ada beberapa balong (empang/kolam ikan) yang besssssaaaaarrrr-besar. Ikannya pun banyak dan guedddeeee-gede. Jadi kalau keluarga besar lagi ngumpul, agendanya adalah: bapak-bapak “menguras” balong utama, ibu-ibu membersihkan ikan dan meracik bumbu-bumbu, lalu ikan-ikan tadi kami bakar di pinggir balong, di dekat saung. Wah. Luar biasa indah sekali. Pemandangan, kebersamaan, dan rasa ikan bakarnya. Hhhmmmm… Tak lupa, seorang suruhan memanjat pohon kelapa untuk memetik buahnya. Nikmatnya ikan bakar, beragam lalapan dan sambal, nasi panas, dan air kelapa asli langsunggg dari buahnya. *slurrrppp… sambil ngilerrrr nih nulisnya…
Bekasi, 21 April 2010
*foto-fotonya baru sempet ngaplod dikit..
Senin, 17 Desember 2001, 2 Syawal 1422 H Pagi yang sibuk… Bangun-bangun langsung shalat, mandi, trus beres-beres. Yang rencananya berangkat mudik abis subuh, eh jadinya malah jam 10.30. Tapi udah nyuci, ngepel atas-bawah, nyapu jalan, pokoknya beres deh! Udah ya, jam 11.00 baru jalan dari Hero Bareng wa Yayat.
Singkat kata hemat kertas, jam setengah 8 malem kami berempat nyampe di rumah uwa, di Cijoho. Tauk deh ke mana dulu wa Yayat. Turun dari mobil dan mu masuk ke dalem, Ceu Erna + Aa Oman udah siap di depan pintu. Lebaran + kenalan. Soalnya, aku belom pernah ngomong sama A Oman. “Ayo, ini siapa?” tanya ceu Erna. Kata A Oman, “Ini FFFarah.” Dueileh, fasih amat “F”nya. “Ini?”, “Waaah, ini sih kawan lama..” sama Kak Aris. Udah lebaran sama semua, aku shalat, trus ngobrol-ngobrol ama semuanya sambil nonton. Aku udah nyantai gini, Eva + keluarga baru nyampe. Nyangkut kemana dulu nich?!
Selasa
Pagi yang dingin…. aku bangun jam 04.00, langsung mandi, trus shalat…. Sekarang lebaran dulu ke Pasir (Tamiang). Di Pasir banyak orang, tapi nggak terlalu rame. Nah, rencananya, hari ini bakar ikan. Si Uul, mancing di balong dapetnya buanyak banget. Gede-gede lagi. Gurame, mas, tawes… Dicki didorong Atop, nyebur ke empang, rutinitas tiap taun.. BYUUURRR…… Udah ah, ceritanya disensor.
Hehe… Di atas ada tanggal hijriah tuh. Bukan karena aku sering memakai, tapi karena aku ingat itu hari kedua lebaran. Hehehe… Jadi ini cerita tentang keluargaku yang pergi mudik ke Perancis (Perapatan Ciamis), kampung ibuku. Memang sebenarnya sih sudah masuk Ciamis, tapi daerahnya jauh lebih dekat ke Tasik daripada ke Ciamis (so, what??). Ada yang kenal sentra kerajinan Tasik, Rajapolah? Nah, aku dan sepupu-sepupuku sering jalan kaki pagi ke sana (jalan-jalan, sarapan kupat tahu dan serabi, atau belanja kerajinan). Tapi pulangnya, terima kasih deh kalau harus jalan kaki juga. Biasanya kami pulang naik andong (delman, ihiy asiknya, desa banget deh,, tapi indahhhh) dari Rajapolah sampai pertigaan Sadikin. Dari situ ke rumah, jalan kaki.
Sebenarnya mungkin tidak seberapa jauh, namun, bisa dibayangkan demikian. Pagi-pagi ketika kami masih segar kami jalan beramai-ramai, menuruni bukit ditemani matahari pagi yang masih malu-malu. Pulangnya, kami sudah letih, matahari mulai meninggi, dan, jalanan menanjak. Hufffhh… kenapa tidak naik andong saja sampai rumah? A Dede sepupuku pernah mencoba, tau apa yang terjadi? Begitu sampai depan rumah, tuh kuda muntah-muntah. +.+
Kalau mudik ke kampung ibuku, kami sekeluarga selalu naik mobil. Kira-kira 5-6 jam perjalanan. Maklum saja, dulu belum ada Tol Cipularang, jadi lewat Cikampek, Purwakarta, dst saya gak hafal. Nah, lokasi Hero ituh, sekarang jadi Bekasi Cyber Park. BCP ini dekat sekali dengan gerbang Tol Bekasi Barat yang langsung terhubung ke Cikampek. Wa Yayat itu, kakak ibuku yang nomor 3 (yang kukenal karena masih hidup ketika aku lahir). Nah, Cijoho itu, nama, apa ya, kelurahan sepertinya, tempat rumah uwak saya yang perempuan (kakak ibu nomor 2), kami memanggilnya Wak Titi. Beliau tinggal di Jakarta, tapi sering mudik. Ceu Erna dan A Oman adalah anak dan menantu keempatnya Wak Titi, di mana saat itu merupakan pengantin baru yang aku belum pernah berbincang dengan A Oman. Kak Haris, itu kakakku. Kalau Eva, itu sepupuku dari adik ibu saya yang bungsu, tepat di bawah ibu saya. Eh, lihat deh kata terakhirnya, ‘nich’, hahaha, bahasa abege bener dah. Kalau Pasir Tamiyang, itu nama kelurahan ‘di atas’ Cijoho. Maklum, di gunung, jadi jalanannya naik-naik dan turun-turun (kalau naik turun kayak roller coaster).
Rumah di Pasir Tamiyang yang sering kami tinggali adalah rumah Wak Toha, uwakku yang paling oke. Hehe, kakak ibuku yang ke-5 (ibuku anak ke-7). Wak Toha ini juga tinggal di Jakarta, tapi punya rumah di kampung.
Gituh..nah, di rumah wak Toha ini, ada beberapa balong (empang/kolam ikan) yang besssssaaaaarrrr-besar. Ikannya pun banyak dan guedddeeee-gede. Jadi kalau keluarga besar lagi ngumpul, agendanya adalah: bapak-bapak “menguras” balong utama, ibu-ibu membersihkan ikan dan meracik bumbu-bumbu, lalu ikan-ikan tadi kami bakar di pinggir balong, di dekat saung. Wah. Luar biasa indah sekali. Pemandangan, kebersamaan, dan rasa ikan bakarnya. Hhhmmmm… Tak lupa, seorang suruhan memanjat pohon kelapa untuk memetik buahnya. Nikmatnya ikan bakar, beragam lalapan dan sambal, nasi panas, dan air kelapa asli langsunggg dari buahnya. *slurrrppp… sambil ngilerrrr nih nulisnya…
Bekasi, 21 April 2010
*foto-fotonya baru sempet ngaplod dikit..
Wednesday, April 21, 2010
Di Bulan-bulan Akhir Tahun 2001, saya menulis…
Farah Zubaidillah.
Gue lahir di Jakarta, tanggal 4 Oktober 1987. Alhamdulillah dari lahir sampai sekarang gue beragama Islam, dan insya Allah nggak akan pindah keyakinan sampai kapanpun. Amin.
Sekarang gue tinggal di Bekasi, tepatnya di Bekasi Selatan kelurahan Kayuringin Jaya, Jl. Tampomas 2 Blok XII no. 40, di komplek perumahan Rawatembaga Wika. Telfon di rumah gue bernomor (021) 8845306. Silahkan kalo mu nelfon…
Dari kecil sampai sekarang, gue pengen banget bisa jadi dokter. Karena itu, gue mohon banget buat siapa aja yang baca tulisan ini, tolong do’akan agar gue bisa diterima jadi mahasiswa Kedokteran UI. Amiin…
Gue seneng banget hal-hal yang berhubungan dengan musik, kayak nyanyi, main musik, ataupun yang paling sederhana, dengerin musik. Gue juga suka tantangan, kayak hiking di gunung yang masih asli. Sebagian dari jenis olahraga ada yang gue suka. Seperti lari, catur, bulu tangkis, apalagi karate. Bagi gue, karate itu asik. I love karate! Selain kesenengan gue di atas, gue sukaaa banget baca. Baca apa aja. Buku cerita, sejarah, musik, olahraga, atau pengetahuan lainnya. Selain buku, yang suka gue baca itu majalah, brosur-brosur, iklan, spanduk, dan sebagainya. Eh, kayak orang kurang kerjaan aja ya gue! Tapi biarin, gue suka kok! Nulis juga gue suka. Ya nulis buku harian, puisi, lagu, cerpen, apalagi nulis pe-er. Tau nggak kenapa gue suka nulis pe-er? Soalnya, ngerjain pe-er satu soal pun udah gue anggap belajar, karena udah ngingetin kita pada materi-materi pelajaran. Yah, minimal pelajaran yang beranak pe-er itu.
Kelas 2 SMP waktu itu. Alamat yang tertera di atas itu ya alamat rumah saya yang lama, sekarang sudah pindah. Jadi kalau mau silaturrahim jangan datang ke sana ya… Nah, paragraf berikutnya nih yang saya agak kaget ketika membacanya lagi kemarin. Seingat saya, saya bercita-cita jadi dokter itu hanya waktu saya kecil. Tau kenapa? Karena hanya dokter-lah profesi yang saya tau saat itu yang bisa dijadikan jawaban kalau ditanya orang dewasa, ‘kalau besar mau jadi apa?’. Seingat saya lagi, sejak lulus SD saya sudah punya keinginan untuk jadi psikolog (waktu itu saya sudah tau berbagai pekerjaan dan profesi lho).
Senang sekali dengan musik? Ya, dulu saya suka sekali dengan lagu-lagunya Padi, Sheila On 7, Dewa 19, Westlife, Backstreetboys, sedikit suka Sugar Ray dan Green Day juga, di samping lagu-lagunya Chrisye dan Rossa. Maklum, waktu SMP adalah masa-masa saya jadi ‘anak g4oL’, jadi, yah, begitulah. Oh iya, waktu itu saya juga sudah mulai kenal nasyid: Raihan.
Tantangan? Sampai sekarang juga masih suka. Olahraga, hihi, senangnya kalau ingat masa-masa jadi atlet karate waktu itu. Lincah dan bugar setiap saat, sama sekali tidak pernah terucap kata ‘capai’ di dunia saya waktu itu. Anak muda sekali deh! Kalau baca, sampai sekarang juga masih suka, tapi kadarnya menurun, tidak semaniak dulu. Hiks, bagaimana ini? Uhmm,, mungkin karena dulu saya belum kenal internet. Jadi buku adalah hiburan yang sangat menarik untuk saya.
Yang berikutnya, nah ini, menulis. Sampai sekarang saya sangat suka menulis. Menulis buku harian memang rutinitas saya dulu setiap malam sebelum tidur. Sekarang sih, tulisan buku harian itu telah berganti dengan tulisan-tulisan untuk dibaca orang lain. Berusaha lebih berisi lah. Tapi kalau nulis curhat, masih sih kadang-kadang, tapi tidak untuk di-publish. Hehe.. Kalau nulis puisi, oh, itu sudah lama sekali tidak saya lakukan. Yang saya ingat, waktu SD saya punya sebuah buku kumpulan puisi buatan saya dan beberapa buatan teman-teman. Kalau lagu, sepertinya yang saya suka adalah menulis (salinan) lirik lagu orang ke dalam buku harian saya waktu itu. Bukan menciptakan lagu. Oh tidak. Tapi saya ingat waktu sekitar kelas 2 SD, saya pernah membuat lagu saya sendiri, judulnya ‘Gulingku’. Hehehehe…
Nulis cerpen? Oh tidak! Waktu SMP kelas 2 saya pernah menulis cerpen. Tapi setelah beberapa kali akhirnya saya menyerah bosan, karena semua cerpen yang saya tulis berakhir dengan kematian si tokoh utama. Hufh. Sejak itu saya tidak pernah lagi menulis cerpen. Hhe. Lalu membaca tulisan selanjutnya tentang pe-er, saya jadi menyimpulkan, ‘betapa perhitungannya saya kalau sudah menyangkut pelajaran’.
Ahahahahahaaa… Fyi, tulisan ini aseli saya salin dari salah satu buku harian saya, tanpa perubahan sedikitpun, dari huruf, tanda baca, bahkan spasi. Mangga, yang mau ketawa ^_^
Bekasi, 21 April 2010
Farah Zubaidillah.
Gue lahir di Jakarta, tanggal 4 Oktober 1987. Alhamdulillah dari lahir sampai sekarang gue beragama Islam, dan insya Allah nggak akan pindah keyakinan sampai kapanpun. Amin.
Sekarang gue tinggal di Bekasi, tepatnya di Bekasi Selatan kelurahan Kayuringin Jaya, Jl. Tampomas 2 Blok XII no. 40, di komplek perumahan Rawatembaga Wika. Telfon di rumah gue bernomor (021) 8845306. Silahkan kalo mu nelfon…
Dari kecil sampai sekarang, gue pengen banget bisa jadi dokter. Karena itu, gue mohon banget buat siapa aja yang baca tulisan ini, tolong do’akan agar gue bisa diterima jadi mahasiswa Kedokteran UI. Amiin…
Gue seneng banget hal-hal yang berhubungan dengan musik, kayak nyanyi, main musik, ataupun yang paling sederhana, dengerin musik. Gue juga suka tantangan, kayak hiking di gunung yang masih asli. Sebagian dari jenis olahraga ada yang gue suka. Seperti lari, catur, bulu tangkis, apalagi karate. Bagi gue, karate itu asik. I love karate! Selain kesenengan gue di atas, gue sukaaa banget baca. Baca apa aja. Buku cerita, sejarah, musik, olahraga, atau pengetahuan lainnya. Selain buku, yang suka gue baca itu majalah, brosur-brosur, iklan, spanduk, dan sebagainya. Eh, kayak orang kurang kerjaan aja ya gue! Tapi biarin, gue suka kok! Nulis juga gue suka. Ya nulis buku harian, puisi, lagu, cerpen, apalagi nulis pe-er. Tau nggak kenapa gue suka nulis pe-er? Soalnya, ngerjain pe-er satu soal pun udah gue anggap belajar, karena udah ngingetin kita pada materi-materi pelajaran. Yah, minimal pelajaran yang beranak pe-er itu.
Kelas 2 SMP waktu itu. Alamat yang tertera di atas itu ya alamat rumah saya yang lama, sekarang sudah pindah. Jadi kalau mau silaturrahim jangan datang ke sana ya… Nah, paragraf berikutnya nih yang saya agak kaget ketika membacanya lagi kemarin. Seingat saya, saya bercita-cita jadi dokter itu hanya waktu saya kecil. Tau kenapa? Karena hanya dokter-lah profesi yang saya tau saat itu yang bisa dijadikan jawaban kalau ditanya orang dewasa, ‘kalau besar mau jadi apa?’. Seingat saya lagi, sejak lulus SD saya sudah punya keinginan untuk jadi psikolog (waktu itu saya sudah tau berbagai pekerjaan dan profesi lho).
Senang sekali dengan musik? Ya, dulu saya suka sekali dengan lagu-lagunya Padi, Sheila On 7, Dewa 19, Westlife, Backstreetboys, sedikit suka Sugar Ray dan Green Day juga, di samping lagu-lagunya Chrisye dan Rossa. Maklum, waktu SMP adalah masa-masa saya jadi ‘anak g4oL’, jadi, yah, begitulah. Oh iya, waktu itu saya juga sudah mulai kenal nasyid: Raihan.
Tantangan? Sampai sekarang juga masih suka. Olahraga, hihi, senangnya kalau ingat masa-masa jadi atlet karate waktu itu. Lincah dan bugar setiap saat, sama sekali tidak pernah terucap kata ‘capai’ di dunia saya waktu itu. Anak muda sekali deh! Kalau baca, sampai sekarang juga masih suka, tapi kadarnya menurun, tidak semaniak dulu. Hiks, bagaimana ini? Uhmm,, mungkin karena dulu saya belum kenal internet. Jadi buku adalah hiburan yang sangat menarik untuk saya.
Yang berikutnya, nah ini, menulis. Sampai sekarang saya sangat suka menulis. Menulis buku harian memang rutinitas saya dulu setiap malam sebelum tidur. Sekarang sih, tulisan buku harian itu telah berganti dengan tulisan-tulisan untuk dibaca orang lain. Berusaha lebih berisi lah. Tapi kalau nulis curhat, masih sih kadang-kadang, tapi tidak untuk di-publish. Hehe.. Kalau nulis puisi, oh, itu sudah lama sekali tidak saya lakukan. Yang saya ingat, waktu SD saya punya sebuah buku kumpulan puisi buatan saya dan beberapa buatan teman-teman. Kalau lagu, sepertinya yang saya suka adalah menulis (salinan) lirik lagu orang ke dalam buku harian saya waktu itu. Bukan menciptakan lagu. Oh tidak. Tapi saya ingat waktu sekitar kelas 2 SD, saya pernah membuat lagu saya sendiri, judulnya ‘Gulingku’. Hehehehe…
Nulis cerpen? Oh tidak! Waktu SMP kelas 2 saya pernah menulis cerpen. Tapi setelah beberapa kali akhirnya saya menyerah bosan, karena semua cerpen yang saya tulis berakhir dengan kematian si tokoh utama. Hufh. Sejak itu saya tidak pernah lagi menulis cerpen. Hhe. Lalu membaca tulisan selanjutnya tentang pe-er, saya jadi menyimpulkan, ‘betapa perhitungannya saya kalau sudah menyangkut pelajaran’.
Ahahahahahaaa… Fyi, tulisan ini aseli saya salin dari salah satu buku harian saya, tanpa perubahan sedikitpun, dari huruf, tanda baca, bahkan spasi. Mangga, yang mau ketawa ^_^
Bekasi, 21 April 2010
Tadi pagi beres-beres “sesuatu” di kamar. Dan di suatu tempat di pojok (memang sengaja diumpetin) sana ada warna-warni lucu, beberapa buku dengan sampul gambar-gambar yang menarik. Buku-buku itu, jumlahnya ada 7 buku dan 1 album foto yang hanya berisi sedikit. Dari 7 buku warna-warni itu, 6 yang ada isinya. Buku harianku.
Aku mulai menulis buku harian sejak kecil, kira-kira sejak TK atau kelas 2 SD. Lupa tepatnya. Selain 6 buku itu, masih banyak suhuf-suhuf (lembaran) yang tersebar (dan semoga sudah musnah) entah di mana, aku pun lupa. Dulu, terutama waktu aku masih ABG, buku-buku harianku are the most wanted things in my home! Kenapa? Biasa lah, ayah dan kakakku sangat suka meledekku dengan membaca tulisan-tulisan bocah itu. Alhasil, buku-buku itu kusembunyikan dan kusimpan rapat-rapat, tidak seorang manusia pun tahu kecuali aku: di bawah kasur kamarku.
Tapi! Semua akhirnya terbongkar oleh 2 makhuk pria itu. Tahun 2007 ketika aku masih kuliah semester 5, keluargaku pindah rumah. Masih 1 komplek sih…hanya beda 1 RT. Nah. Karena dekat itu lah, sambil menunggu rumah yang baru siap ditempati, kami mencicil barang-barang yang akan dipindahkan. Aku sangat ingat, sebelum berangkat ke kosan Senin pagi waktu itu, aku masih belum memindahkan “benda pusaka” itu dari kediamannya di bawah kasur dengan harapan masih bisa memindahkannya pekan depan ketika aku pulang. Tapi ter nya ta,,, akhir pekan itu aku sudah pulang ke rumah yang baru +_+ ketika menengok ke rumah lama dan bekas kamarku, ooohh, tidak… kasurku telah diberdirikan dengan bersandar ke dinding, dan, dan, buku harianku entah kemana T_T. Ketika bertemu dengan ayahku, hiks, aku mulai meleleh karena diledek habis-habisan. Hwaaaaa…. !!!
Semenjak itu sampai beberapa waktu setelahnya aku selalu belagak sibuk, agar ayah tidak punya kesempatan untuk meledekku (waktu itu kakakku tinggal di Jogja, jadi lebih damai). Aku pun mencari lokasi-lokasi baru yang aman untuk persembunyian buku-buku harianku. Padahal tulisanku di buku-buku itu tidak pernah bertambah lagi karena sejak kuliah aku lebih suka bercerita di ms word daripada menulis di buku. Tapi tetap saja itu harta karun! Harus dijaga sebaik-baiknya. Setelah beberapa kali menyembunyikan dan masih kepergok (ketahuan) juga, alhamdulillah, akhirnya aku menemukan tempatnya yang aman. Hingga saat ini. Hehe…
Naaaahhh… ternyata setelah kubaca-baca lagi, lucu sekali ya aku dulu? *ngarep di-iya-in* kadang aku membodoh-bodohi pikiranku sendiri waktu itu, kadang aku tak habis pikir bagaimana aku bisa begitu puitis dan perasa (a.k.a. lebay) dalam bahasa tulisan. Tapi ada kalanya aku juga dibuat kaget dengan pemikiran, perasaan, dan kata-kataku di buku-buku harian itu. Lucu. Dari tulisan dari masa ke masa itu, sangat tergambar perkembangan mental, psikologis, dan kemampuan verbalku *jadi malu. Gambaran itu tersirat dengan sangat nyata (*aneh) dan nampak jelas dari refleksi-refleksi yang ditulis hampir setiap hari sejak aku kecil itu. Hehe…
Aku memang sudah berencana, suatu saat nanti, aku akan membakar habis buku-buku harianku itu. Ya, “suatu saat nanti” yang aku tau persis ketika apa itu, tapi sama sekali tidak tau kapan itu (halah). Tapi, sebelum mereka musnah, aku ingin mengetik ulang beberapa bagian buku harianku dari setiap “episode perkembangan” mental, psikologis, dan kemampuan verbal; beberapa bagian dari setiap buku-buku itu. *Paling tidak yang pantas dan tidak memalukan*. Biar bisa dibaca oleh anak-cucuku nanti. Biar mereka menyadari, ibu dan neneknya (uhuk) yang ternyata sudah mulai menulis sejak kecil saja belum bisa jadi penulis yang baik sampai usia dewasa mudanya. Maka, mereka (anak-cucuku nanti) harus sudah mulai menulis sejak usia yang lebih kecil lagi dari usiaku mulai menulis. ^_^
Dan yang lebih pen.ting.la.gi adalah, untuk antisipasi kalau-kalau suatu hari nanti aku jadi tokoh terkenal, lalu tulisan-tulisanku dari kecil itu bisa dijadikan dokumen sebagai bahan analisis tentang kepribadian, sejarah hidup, dan biografiku. Wakakakakak….!! Sumber data sekunder: self-report.
Bekasi, 20 April 2010
Aku mulai menulis buku harian sejak kecil, kira-kira sejak TK atau kelas 2 SD. Lupa tepatnya. Selain 6 buku itu, masih banyak suhuf-suhuf (lembaran) yang tersebar (dan semoga sudah musnah) entah di mana, aku pun lupa. Dulu, terutama waktu aku masih ABG, buku-buku harianku are the most wanted things in my home! Kenapa? Biasa lah, ayah dan kakakku sangat suka meledekku dengan membaca tulisan-tulisan bocah itu. Alhasil, buku-buku itu kusembunyikan dan kusimpan rapat-rapat, tidak seorang manusia pun tahu kecuali aku: di bawah kasur kamarku.
Tapi! Semua akhirnya terbongkar oleh 2 makhuk pria itu. Tahun 2007 ketika aku masih kuliah semester 5, keluargaku pindah rumah. Masih 1 komplek sih…hanya beda 1 RT. Nah. Karena dekat itu lah, sambil menunggu rumah yang baru siap ditempati, kami mencicil barang-barang yang akan dipindahkan. Aku sangat ingat, sebelum berangkat ke kosan Senin pagi waktu itu, aku masih belum memindahkan “benda pusaka” itu dari kediamannya di bawah kasur dengan harapan masih bisa memindahkannya pekan depan ketika aku pulang. Tapi ter nya ta,,, akhir pekan itu aku sudah pulang ke rumah yang baru +_+ ketika menengok ke rumah lama dan bekas kamarku, ooohh, tidak… kasurku telah diberdirikan dengan bersandar ke dinding, dan, dan, buku harianku entah kemana T_T. Ketika bertemu dengan ayahku, hiks, aku mulai meleleh karena diledek habis-habisan. Hwaaaaa…. !!!
Semenjak itu sampai beberapa waktu setelahnya aku selalu belagak sibuk, agar ayah tidak punya kesempatan untuk meledekku (waktu itu kakakku tinggal di Jogja, jadi lebih damai). Aku pun mencari lokasi-lokasi baru yang aman untuk persembunyian buku-buku harianku. Padahal tulisanku di buku-buku itu tidak pernah bertambah lagi karena sejak kuliah aku lebih suka bercerita di ms word daripada menulis di buku. Tapi tetap saja itu harta karun! Harus dijaga sebaik-baiknya. Setelah beberapa kali menyembunyikan dan masih kepergok (ketahuan) juga, alhamdulillah, akhirnya aku menemukan tempatnya yang aman. Hingga saat ini. Hehe…
Naaaahhh… ternyata setelah kubaca-baca lagi, lucu sekali ya aku dulu? *ngarep di-iya-in* kadang aku membodoh-bodohi pikiranku sendiri waktu itu, kadang aku tak habis pikir bagaimana aku bisa begitu puitis dan perasa (a.k.a. lebay) dalam bahasa tulisan. Tapi ada kalanya aku juga dibuat kaget dengan pemikiran, perasaan, dan kata-kataku di buku-buku harian itu. Lucu. Dari tulisan dari masa ke masa itu, sangat tergambar perkembangan mental, psikologis, dan kemampuan verbalku *jadi malu. Gambaran itu tersirat dengan sangat nyata (*aneh) dan nampak jelas dari refleksi-refleksi yang ditulis hampir setiap hari sejak aku kecil itu. Hehe…
Aku memang sudah berencana, suatu saat nanti, aku akan membakar habis buku-buku harianku itu. Ya, “suatu saat nanti” yang aku tau persis ketika apa itu, tapi sama sekali tidak tau kapan itu (halah). Tapi, sebelum mereka musnah, aku ingin mengetik ulang beberapa bagian buku harianku dari setiap “episode perkembangan” mental, psikologis, dan kemampuan verbal; beberapa bagian dari setiap buku-buku itu. *Paling tidak yang pantas dan tidak memalukan*. Biar bisa dibaca oleh anak-cucuku nanti. Biar mereka menyadari, ibu dan neneknya (uhuk) yang ternyata sudah mulai menulis sejak kecil saja belum bisa jadi penulis yang baik sampai usia dewasa mudanya. Maka, mereka (anak-cucuku nanti) harus sudah mulai menulis sejak usia yang lebih kecil lagi dari usiaku mulai menulis. ^_^
Dan yang lebih pen.ting.la.gi adalah, untuk antisipasi kalau-kalau suatu hari nanti aku jadi tokoh terkenal, lalu tulisan-tulisanku dari kecil itu bisa dijadikan dokumen sebagai bahan analisis tentang kepribadian, sejarah hidup, dan biografiku. Wakakakakak….!! Sumber data sekunder: self-report.
Bekasi, 20 April 2010
Sunday, April 18, 2010
Saturday, April 17, 2010
Friday, April 16, 2010
*Terinspirasi dari luar biasa panasnya siang tadi.
Pernah dapat e-mail, ceritanya sih tentang alam di masa depan (klik di sini). Jadi ceritanya, manusia-manusia di tahun 2050 nanti, hanya bisa minum maksimal setengah gelas dalam 1 hari. Bergidik langsung saya membayangkannya. Bagaimana tidak, saya (layaknya manusia sehat lainnya) menghabiskan air paling sedikit 2 liter setiap harinya. Waktu di kosan, 1 galon air mineral selalu habis tepat di hari ketujuh setelah dibeli. Satu galon isinya 19 liter. Coba dibagi 7 hari. 2,7 liter/hari! Waw! (ih, parah banget ya gue). Hmmh, jadi agak meragukan sendiri. Tapi, itu sudah termasuk juga sih air untuk memasak (halah, sok-sok rajin masak), atau kalau ada teman bertamu. Yang pasti, satu liter air tepat habis dari jam 20.00 sampai 05.30 pagi harinya.
Keluarga ibuku, dari 8 bersaudara, hanya 1 kakaknya yang tidak menderita penyakit batu ginjal. Sisanya pernah operasi semua. Ibu saya saja sudah 2x operasi (dan sekarang sudah “berbatu” lagi). Itu karena mereka jarang minum. Tidak suka minum. Tapi bisa juga disebabkan oleh keturunan. Ah, kurang paham. Tapi yang saya lebih paham, kasus ini sangat terkait dengan pola asuh. Atau kebiasaan di keluarga. Orang tua mereka tidak suka minum, tinggal di daerah pegunungan yang dingin, jadi semakin tidak haus. Bagaimana mereka akan mengajari anak-anaknya untuk banyak minum?
Nah. Saya, yang paling tidak, tidak ingin mengulangi ‘sejarah kelam’ keluarga ibu pada diri saya sendiri, saya jadi rajin minum. Rajin sekali. Seperti maruknya saya pada air pada cerita sebelumnya.
Berbicara tentang manusia modern, teman, sepertinya kita (sebagai manusia masa kini) harus banyak minum. Selain karena memang aktivitas yang padat, lingkungan juga menuntut kita untuk banyak minum. Di ruang-ruang kantor, kampus, bahkan beberapa kelas di beberapa sekolah, bahkan rumah sekalipun, sudah sangat banyak yang dilengkapi dengan pendingin ruangan, yang bisa mengakibatkan cairan dalam tubuh kita terserap. Akibatnya kulit jadi kering, bibir bisa pecah-pecah, dan tubuh kita kekurangan cairan. Apalagi ruangan yang dingin biasanya membuat kita beser, berkali-kali buang air kecil. Makin malas lah kita minum air.
Selain di dalam ruangan, di luar ruangan pun sama saja. Pemanasan global yang semakin parah kian ‘menghangatkan’ kota kita. Panas luar biasa. Di kota-kota yang biasa saya lewati (Bekasi, Jakarta , Depok), matahari pukul 09.00 pagi sudah mulai ganas. Sampai pukul 5 sore, seringkali saya masih dibuat silau oleh sinarnya mas surya itu.
Teriknya matahari di dunia kita kini, dapat dengan mudah menyebabkan kita dehidrasi, kekurangan cairan yang banyak keluar melalui keringat. Bisa-bisa heat stroke yang dialami Fahri di Mesir dalam novel ayat-ayat cinta (halah) kita alami juga di Indonesia . Oleh karena itu, tubuh kita (manusia modern) seharusnya diisi dengan cairan pengganti yang tidak sedikit, lewat minum.
Jadi kesimpulannya adalah, kita harus banyak minum air bening (kalau putih itu untuk susu) kawan. Terlebih karena kita hidup di zaman ini, tak peduli apakah aktivitas kita lebih banyak di dalam atau di luar ruangan. Memang tidak mudah, terutama bagi orang-orang yang tidak suka minum. Tapi terlepas dari suka atau tidak suka, kita butuh, kawan.
Bekasi-Depok-Kendari, 10 April 2010
Friday, April 9, 2010
Monday, April 5, 2010
Pertama kali mendapat kata-kata 'manusia modern' ini ketika kuliah filsafat manusia di semester 2. Kalau kita perhatikan, jadi manusia modern itu. Atau gampang-gampang susah. Contohnya, di zaman ini yang namanya komunikasi sudah tidak lagi terbatas dan membutuhkan waktu yang lama. Waktu ABG saya masih lho, berkorespondensi dengan teman-teman di luar daerah. Masih, dengan surat : kertas, amplop, dan perangko. Karena waktunya lama, jadi isinya tidak jauh dari bertanya kabar dan memberi kabar. Kalau mau paling cepat sampai, pakai kilat khusus dengan membayar lebih. Itu pun 2 hari.
Sekarang, beeeuuuhh… cepat sekali ya masa? Komunikasi zaman ini pun, selain makin cepat dan efisien, juga semakin privat. Dulu kalau ada perlu dengan teman misalnya, kita datang ke rumahnya. Di sana bertemu dengan keluarganya: pastinya ada lah sedikit perbincangan. Saya SD , mulai kelas 4 kalau tidak salah (tahun 1996), pesawat telepon mulai marak. Kalau ada perlu dengan teman, tidak perlu datang, tinggal tekan nomor. ‘Mau bicara dengan X’. Paling tidak, ada kontak dengan keluarganya yang mengangkat telepon kita. Sekarang hampir semua orang di negeri ini punya ponsel. Ingin menghubungi, langsung pada orang yang dituju. Tidak ada kontak dengan keluarga apalagi tatap wajah seperti sebelumnya. Semakin privat.
Itu kemudahannya. Kekurangannya, kita semakin tidak saling mengenal dan bersilaturrahim. Tapi sadarkah kita, sering kali kebebasan kita dibelenggu oleh teknologi itu? Pernah seorang temanku masuk kelas dengan sangat mengantuk di pagi hari, alasannya karena temannya curhat via ponsel sampai lewat tengah malam, sampai hampir pagi. Dalam hati saya waktu itu, “Kasihan amat nih orang”. Kalau aku jadi dia, aku akan bilang kalau aku sudah mengantuk, atau aku tinggal terlelap saja agar si pencurhat sadar bahwa ia sudah sangat mengganggu orang lain, atau bahkan tidak saya angkat sama sekali dari awal. Itu hak toh?
Contoh lain, kebanyakan manusia modern itu jadi sangat tergantung pada benda. Kalau berangkat sekolah/kuliah/kerja dan ponsel tertinggal di rumah, langsung panik. ‘Gimana nih??’ Kalau saya, ketinggalan ponsel (meskipun sangat jarang, mungkin baru 1x dalam 5 tahun ini) adalah hal yang sangat menyenangkan. Artinya seharian itu saya akan ‘bebas’.
Teman, jangan mau jadi seperti manusia modern kebanyakan, yang tidak punya kebebasan karena dirampas oleh teknologi. Haha. Tapi juga jangan lantas mengasingkan diri dari peradaban ya…
Saturday, April 3, 2010
Friday, April 2, 2010
Thursday, April 1, 2010
Bumi Cinta
farahzu
3:24 PM
16 Comments
Rating: | ★★★★ |
Category: | Books |
Genre: | Literature & Fiction |
Author: | Habiburrahman El Shirazy |
Tanggal beli (??): 27 Maret 2010
Tebal halaman : 546 halaman
Novel ini saya beli secara tidak sengaja bersama 2 buku lainnya tepat sehari setelah sidang skripsi. Hehe.. Awalnya tidak tertarik. Apalagi judulnya cinta-cinta lagi. Tapi demi membaca ringkasan cerita di sampul belakang, saya berubah pikiran: ini Rusia. Eropa.
Saya selalu suka novel Kang Abik ini terutama karena kekuatan setting-nya. Apalagi banyak di luar negeri. Bagi saya yang sangat suka travelling tapi jarang mendapat kesempatan T_T ini, membaca novel dengan setting seperti ini sangat menyenangkan, berimajinasi seolah-olah saya menginjakkan kaki di sana dan melihat tempat-tempat dan bangunan bersejarah di dalam cerita tersebut. Bahkan saya membayangkan sedang merasakan dinginnya musim dingin sambil tetap mengenakan palto, pakaian musim dingin khas Rusia, dan sepatu hangat. Lalu menyentuh salju. Lalu melihat Kremlin dan Lapangan Merah yang indah yang bersejarah saat musim semi tiba n_n pengeeeeennnn…
Bercerita tentang seorang pemuda Indonesia (lagi) yang sedang mengadakan penelitian mengenai sejarah Islam modern di Rusia modern. Bernama Ayyas. Dengan lingkungan yang sangat tidak kondusif di negara dengan pergaulan paling bebas di dunia, ia mati-matian berusaha menjaga kesucian diri dan imannya dari godaan yang sangat menggiurkan, kecantikan tiada tara wanita-wanita Rusia yang menjadi lebih ganas karena mereka bahkan aktif menggodanya untuk berbuat zina. Selain itu sebagai pendatang muslim di negara yang banyak penduduknya atheis, pada akhirnya ia tetap mampu membawa banyak kebaikan pada sekitarnya karena akhlaqnya yang mulia dan kecerdasannya dalam ilmu agama. Hidayah banyak data
ng melalui akhlaqnya yang mulia.
Selain itu, novel ini juga memuat informasi-informasi lain yang membuka wawasan pembaca. Tentang sejarah Uni Soviet sampai menjadi Rusia, tentang Mosad Zionis, pembantaian muslim Palestina di Shabra dan Shatila, hingga dunia mafia yang ternyata jauh lebih sangat kelam daripada yang saya ketahui sebelumnya. Di sana bahkan nyawa manusia bisa menjadi sama sekali tidak berharga.
Manusia memang jarang sekali bersyukur. Ia mengingkari Tuhannya untuk mencari kebebasan dari aturan-aturan agama, lalu mencari kebahagiaan dengan hidup tanpa aturan. Layaknya binatang. Namun di dalam novel ini, perjalanan beberapa tokohnya kembali lagi bermuara pada hulunya, nurani masing-masing. Suara hati. Sedikit titisan asma-asma agung Allah untuk menuntun manusia. Pencarian kebahagiaan hakiki ternyata hanya mampu dijawab oleh penghambaan total terhadap Sang Khaliq. Luar biasa tauhid itu. Menghambakan diri sepenuhnya, lalu merdeka seutuhnya.
Kerjain revisi ooooyyy!!!
Maret 30, 2010.
Baca Juga: Law of Proximity
Sumber Gambar: https://books.google.co.id/books/about/Bumi_Cinta.html?id=2UJJDwAAQBAJ&source=kp_cover&redir_esc=y