A, “Wah, bunga mawar itu indah sekali… Sayang ia dikelilingi oleh semak belukar”
B melihat mawar yang sama, dari jendela yang sama,
“Wah, semak belukar itu jadi indah dengan adanya mawar cantik itu”…
Hai, namaku Jasmine. Di atas adalah potongan cerita temanku Fawaz saat kami bermain di pinggir kolam tadi siang. Sangat berkesan buatku. B tidak hanya bisa berpikir positif atas semua hal, tapi juga mampu memandang sesuatu dari sisi yang berbeda.
Uhmmm,, awalnya kami diajak menyelam ke dasar lautan, mencari sebanyak mungkin mutiara untuk ditukarkan dengan apapun yang kami mau nanti, yang puaaaliiinggg bagusss dan maaaahaaaalll sekalipun. ‘Dipersenjatai’ dengan berbagai macam fasilitas canggih, diberi tabung oksigen, juga baju selam anti gigitan hiu dan predator lainnya. Dunia dasar laut memang indah. Tapi kawan, jangan terlena ya… Meski ikan badut menggelitik penuh canda. Atau juga terumbu karang warna-warni yang bak melambai memanggil. Bahkan meski hiu menjinak mengajak bermain berkejaran. Karena jatah oksigenmu terbatas. Jangan terlena teman, karena jatahmu hidup pun, terbatas.
Siang itu, Jasmine mulai eksis, mewujud aku. Begitu juga dengan Fikri, Shatila, Nur, Humaira, O’im, Anisa, Nisa, Fatih, Najma, Dzakiy, dan Dafa. Tadinya ada si Izatullah juga, tapi dia pulang lebih dulu. Semuanya, mewujud dalam diri pemuda-pemudi tangguh berusia 19 sampai 22 tahun ^_^
Lallluuu… kami bermain dengan kura-kura. Eits, ini sudah di darat, teman. Kura-kura boneka, hehe.. Di lempar-lempar. Seperti bermain bola panas, tapi bukan. Kami sedang belajar. Kami ditantang. Awalnya tantangan itu tampak sulit, tapi kami mencoba; musyawarah, kordinasi, mengubah strategi, belajar dari kesalahan, belajar memimpin, saling mengingatkan, dan membangun mimpi bersama. Sekali, dua kali, tiga kali, empat kali. Kali kelima (kata Fawaz sang Komandan ini terhitung c.e.p.a.t), kami berhasil melewati target! Yuhuuuw, Allahu akbar! Kulihat hampir semua melompat saat itu. Dan kami mengerti satu hal, ternyata keberhasilan itu indah ya..
Matahari meninggi, lapar pun mengganas karena zuhur sudah hampir 1 jam lalu lewat. Diawali dengan cerita Ja’far bin Abi Thalib yang bergaya bangsawan, diterima bak tamu agung saat hijrah oleh Raja Habasyah (Ethiopia yang dulu makmur) karena kemuliaan akhlaqnya. Akhlaq, da’wah Rasulullah saw yang telah dimulai jauh sebelum kenabiannya. Kita pun harusnya mengokohkan pondasi internal lebih dulu, lalu meluaskan risalah. Melayani, bukan minta dilayani. Organisasi da’wah, atau da’wah yang terorganisasi? Semua sepakat bahwa esensi kita adalah da’wah yang terorganisasi. Tapi kita sendiri sudah berdiri sebagai sebuah organisasi. Baiklah, transformasi, berjuang dengan hati (lhoh?) kita akan menjadi organisasi da’wah yang terorganisasi.
Melayani dan kelaparan. Kami bergantian saling menyuapi makan siang. Dengan tangan tanpa sendok, dengan menutup mata teman yang disuapi. Hihihi, seru. Awalnya sih pasti canggung, tapi lama-kelamaan, seiring rasa percaya pada saudara bahwa mereka hanya akan memberi hal yang baik dan bahwa mereka menyayangi kita, akhirnya, aku jadi merasa di sayang. Hehe… Untuk yang menyuapi pun, menyadari bahwa saudara kita pun manusia, sama berperasaan. Maka mereka menyuapi dengan penuh kasih sayang dan kelembutan, memberikan minum, dan memilihkan yang terbaik. Trust and Respect, Dafa menyimpulkan. Kata komandan Fawaz, ya, di situlah intinya.
Lallluuu,,, yang terakhir, kami bermain…apa ya namanya? Butuh strategi-lah pokoknya. Dan butuh pemimpin. Sejauh mana kekuatan pemimpin. Sejauh mana ia mau mendengarkan bawahannya. Jangan terlalu otoriter. Jangan juga terlalu lemah (laissez faires). Moderatlah, karena Islam itu pertengahan.
Pulang. Dengan tekad baru. Yes! Kita bisa!!
HR KeRen hehehe…
21 Februari 2010.
ini tulisan siapa? jasmine?
ReplyDeleteserunya.. haha
ReplyDeletetulisan aku.. ummunya jasmine. heheee.. nama-nama di atas itu nama-nama anak-anak kami.. kreatif banget deh si trainernya
ReplyDelete*oh iya, ini maksudnya abis training fadhil
wah, bisa ngerti. hebaaatt
ReplyDelete