Bahkan tanpa ide pun kita bisa membuat tulisan. Yah, pada akhirnya terlintas ide menulis tentang ketiadaan ide.
Sebenarnya, ide itu apa sih? Kadang dengan seenaknya ia (atau mereka) datang berbondong-bondong tanpa membeli karcis, masuk seenaknya, tanpa bisa kita kendalikan.
Di saat yang lain, bisa saja ia (atau mereka) tak ada yang menghampiri kita walau satupun. Tega nian, apabila ia tak jua sudi datang bila kita sedang membutuhkannya, ia, atau mereka.
Jadi, ide itu makhluk jenis apa?
Sebenarnya, bisakah kita mengendalikan kedatangan ide? Secara kita adalah tuan rumah dimana otak itu ada di kepala kita. Ups, tapi otak itu bukan milik kita. Hanya dipinjamkan oleh Allah. Berarti, hanya Allah yang bisa mengendalikannya? Tidak juga, kan kita khalifatullah fil ardl. Jadi tergantung kitanya untuk mengendalikan semua “aset khalifah” yang telah Allah kasih. Dalam batas-batas tertentu pastinya.
Kembali ke topik: bisakah kita mengendalikan kedatangan ide-ide itu? Bisakah??
Bisa? Bagaimana caranya?
Tidak bisa? Kenapa??
Seingat yang pernah saya pelajari di mata kuliah Psikologi Faal di semester 3, saraf-saraf di otak itu akan semakin banyak seiring bertambahnya pengetahuan atau ilmu seseorang. Dengan kata lain, semakin sering otak kita dipakai untuk berpikir, maka semakin banyak jejak-jejak ingatan dan saraf di otak yang terjalin. Sebaliknya, semakin otak jarang digunakan untuk berpikir, maka jejak-jejak saraf yang ada akan membusuk (decay), lalu menghilang. Akhirnya, terjadilah apa yang biasa kita sebut “pikun”. Jadi, orang yang selalu belajar dan belajar sampai tua, wajarnya, tidak akan pikun.
Sama halnya dengan tubuh. Sebelum berolahraga, tubuh perlu melakukan pemanasan. Tujuannya agar tubuh SIAP untuk digerakkan karena sudah “panas”. Demikian juga dengan mesin.
Otak yang sering “panas” karena dipakai untuk berpikir, akan lebih siap untuk menerima “panas-panas” yang datang berikutnya: ide-ide untuk dipikirkan. Jadi,
- Kita bisa membiasakan otak untuk selalu SIAP menerima ide.
Uuhhmmm... rasanya belum menjawab (Ya iya lah, baru satu).
Biasanya, orang yang biasa berpikir akan selalu punya ide untuk dipikirkan. Maksud saya, ia kana sangat jarang tidak punya ide, jarang sekali otaknya tumpul, dan... jarang sekali bengong. Wajahnya pun tidak mungkin planga-plongo. Sebaliknya, orang yang jarang belajar atau berpikir biasanya akan sering bengong. Jelas, karena otaknya tidak “panas”, tidak biasa untuk berpikir. Jadi,
- untuk meminimalkan ketidakdatangan si ide, sellau cari! Jangan menunggu ia datang. Aktif dong, cari! Bagaimana caranya? Bisa baca, diskusi, nonton, dll.. banyak banget.
Jadi (lagi),
- agar kita mudah mencari di mana si ide berada, kita harus SENSITIF.
Nah! Sebenarnya ini sih, intinya.
Orang yang kreatif, biasanya tidak pernah mengabaikan hal-hal kecil disekelilingnya. Karna ternyata, teman-teman, si ide itu ada di mana-mana! Tinggal kita yang harus sensitif menangkapnya.
Contoh… Ketika sedang tidak ada ide untuk menulis, bisa kan , dikaji, kenapa bisa sampai ide itu ada, tiada, datang, hilang, rombongan, sendiri, bahkan gaib? Contoh lain, ketika sedang mengawas ujian, pengawas guru di depan, dan pengawas mahasiswa di belakang. Ada ga sih, efek yang berbeda dengan keduanya di depan kanan-kiri, atau keduanya di belakang? Secara psikologis, mungkin…
Ya, sensitif. Berpikir globally itu penting, tapi untuk bertindak locally, artinya kita harus bisa juga berpikir lokal. Artinya: sensitif.
Naah, kan udah tuh, cara mengendalikan kedatangan ide dari 1 sisi,, harus sensitif agar ide tidak pernah tidak datang. Lalu, untuk mengendalikan ide-ide yang datang berombongan tanpa beli karcis hingga tak bisa dikontrol, bagaimana?
Sebenarnya, kawan, ide-ide yang membanjir itu patut kita syukuri. Salah satunya, dengan tidak membuangnya sia-sia, dan mempergunakannya sebaik mungkin. Maka, ketika ide datang membanjir: catat! Kalau kata ulama, “Ikat ilmu dengan mencatat”, maka kata saya yang naif ini (huekk), “Syukuri nikmat ide dengan mencatat”.
Catat saja. Kalau perlu buat tulisan agar bisa dimengerti oleh orang lain. Mudah-mudahan ide kita bisa mencerahkan banyak orang. Catat saja. Bahkan ketika kau tidak tahu untuk apa akan kau gunakan ide-ide yang melintas itu. Karna, kata teman saya yang skripsinya hampir selesai, “Kalau ada teori-teori yang sudah dikutip dan kata dosen sepertinya teori itu tidak perlu, jangan dihapus; nanti ujung-ujungnya akan terpakai juga”. Tidak jarang a.k.a sering seperti itu.
Tapi itu teori. Kalau kurang sreg, mari saya kasih contoh lain. Di semester-semester ‘muda’, saat skripsi belum jadi beban, biasanya banyak terlintas ide-ide penelitian yang menarik dan urgen; yang bisa saja sangat baik bila dijadikan skripsi kelak. Tapi biasanya juga, ketika deadline pengumpulan proposal skripsi sudah di pelupuk, tidak jarang mahasiswa yang masih bingung mencari topik penelitian. Nah, sayang khan, kalau ide-ide yang pernah ada tidak dicatat sesegera mungkin?! Menguap tak bersisa. So, syukuri nikmat ide dengan mencatat.
Selanjutnya, jangan malas. Jangan malas untuk mengeluarkan buku catatan dan pulpen untuk mencatat. Memang butuh effort. Tapi sebenarnya, semuanya butuh niat. Kemauan.
Gerakan Anti Malas.
-catatan pinggir saat mengawas UMB-
June 6th, 2009
Huhuhu..jadi pikunku karena jarang diasah yaa?!
ReplyDeleteiya ai
ReplyDeleteEh, johan niy..dasar! u_u
ReplyDeletekalo absent mindeg gmn?
ReplyDeletekalo absent minded gmn?
ReplyDeleteKata Eka Budianta dalam bukunya "Menggebrak Dunia Mengarang", "Bagi anak kecil, apa saja dapat menjadi mainan. Bagi orang dewasa, apa saja dapat menjadi tulisan." Artinya, apa saja dapat dijadikan tulisan.
ReplyDeleteKata AS Laksana dalam bukunya "Creative Writing", "Ide itu dicari, dipancing dan bukan ditunggu." Caranya buatlah sebuah 'tulisan buruk'. Tulisan buruk adalah tuliskan apa saja yang terlintas di kepala dan terbetik di hati. Terus menulis tanpa perlu mengeditnya. Tanpa perlu mempertimbangkan tepat atau tidaknya sebuah kata. Tanpa perlu memusingkan alur tulisannya sudah benar atau belum. Bila sudah selesai, barulah diedit." Terkadang metode ini memancing munculnya sebuah ide
ReplyDeleteKata Clara Ng (seorang penulis) dalam sebuah tayangan di salah satu TV swasta, "Mencari ide itu bukan dengan cara menyendiri. Tapi bergaul dengan orang banyak."
ReplyDeleteMbak Asma Nadia menjadikan curhatan sebagai tulisan. Dewiq menjadikan curhatan orang menjadikannya sebagai lagu
ReplyDelete