-dinas pertama, dinas luar kota ^.^-
”Ibu Farah,,,”
”Jadi, Bu, urutan buku yang kecil di bawah, lalu,,,,”
Subhanallah, pengalaman berharga luar biasa. Dari awal memang tidak sampai sangat panik, tapi tetap saja muncul bayangan-bayangan seram terintimidasi. Aku tidak boleh bersikap dan terlihat seperti mahasiswa, pikirku sejak beberapa hari yang lalu. Tepat pada pagi hari pertama,
”Kebodohan yang yakin akan mengalahkan kepandaian yang ragu-ragu. Keyakinan membuat kita mengupayakan yang terbaik, keraguan mengabaikan bahkan kemampuan terbaik”
sahabatku tersayang mengirim sms demikian. Tepat pagi hari pertama, saat di dalam perjalanan menuju sekolah pertama. Yah, YAKIN. Aku Bisa. Allah akan menolong.
Di sekolah pertama, aku diperlakukan layaknya, apa yah, seorang tamu ”agak” agung yang baru datang dari kerajaan seberang hendak memberikan ”pencerahan” pada masalah pelik yang melanda masyarakat *hidih, lebai luar biasa*. Yang jelas hal ini membuatku makin merasa yakin, aku bisa ”menaklukkan” mereka. Mereka; guru-guru dan ketidakyakinanku sendiri. Alhamdulillah, sekolah pertama, beres. Ngobrol dengan guru BK, katanya dengan mudah beliau menebak aku mahasiswa. Kepala sekolah lain yang datang, langsung mengasosiasikan aku dengan anaknya yang baru saja lulus kuliah. Berarti usiaku tidak jauh berbeda dengan anaknya (a.k.a, mahasiswa).
Sekolah kedua, aku dijemput oleh wakil kepala sekolah dan disambut tetap dengan panggilan ’ibu’. Tapi seorang guru di sana, ketika aku sedang sendiri mengurusi berkas-berkas, menghampiriku dan mengajakku ngobrol. Ternyata sejak awal aku turun dari mobil, beliau langsung menebak, ”Ah, ini mah mahasiswa, lagi penelitian kali”... (hohohhhoo,,,skripsiku belum sampai bab 3 sodara-sodarah!!). Padahal aku sudah mengusahakan agar aku terlihat jauh lebih dewasa untuk hari itu! Huhuhuhuuu...
Sekolah ketiga, esok paginya, aku dijemput oleh seorang guru yang sepertinya memiliki posisi penting di sekolah tersebut. Sepanjang perjalanan, seperti umumnya, kami mengobrol. Beliau banyak bertanya. Awalnya, ”Ibu, dari dinas atau dari universitas?”
Kujawab, ”Universitas. UI”. Kupikir, ’ada kemungkinan aku dianggap psikolog dari UI’.
Blablablaaa, beliau bertanya lagi, ”Ibu tinggal di mana?”
Waktu kujawab Bekasi, ia bertanya lagi, ”Kalau ke kampus, kuliah, dari Bekasi??”
Dalam pikirku, ’o,ow,, dia tau aku mahasiswa. Ah, masih ada kemungkinan kan, dia menyangka aku mahasiswa S2...’
Ternyata beliau bertanya lagi, ”Semester berapa?”
NNAHH!! Ya sudahlah, aku memang masih mahasiswa, sedewasa apapun penampilanku saat itu. *MANA MUNGKIN S2 SAMPAI ADA 8 SEMESTER???*
Ibu Farah, terus gali pengalamannya ya!!!
ReplyDeletesegitu senengnya ya?
ReplyDeletegw kemana-mana dipanggil "Bu" zu, padahal gw naik motor, pake jaket BEM, mana ada ibu-ibu naik motor pake jaket BEM? ehmm kayanya jarang kan?
senengnya bukan karna dipanggil ibu,,,, tapi karna pengalaman berharganya,,, ibuuu,,,
ReplyDeletehaha,,, kata siapa ga ada? bukan ga mungkin nanti dirimu kalo udah jadi ibu2 beneran masih naik motor dan pakai jaket BEM lhooo....
hehehe,,, aku juga kok lud,,,
insya Allah,,, berarti semakin banyak job yang datang doongg.. ^.^
ReplyDeleteduw...duw...duw... bu farah... huaaaa... geli-geli
ReplyDeleteTrus jawab apa?
ReplyDeleteEmang sedewasa apa si penampilan farah?
iya, sedewasa apa far? kayaknya ga beda jauh sama mau kuliah. ato aku ga ngeh ya?
ReplyDelete