Sungguh, setiap kali aku bertemu denganmu adikku, atau mendengar suaramu, pun hanya membayangkan wajahmu, aku selalu merasa kerdil di hadapan kalian. Aku selalu merasa malu pada diriku sendiri. Kau begitu baik dan terjaga.
Sungguh aku rindu sekolah. Teramat rindu. Sekolah, baik ketika aku menjadi siswa maupun setelah menjadi alumni, sangat kental akan nuansa ruhiyah. Sekolah, ya, sekolah, semua yang terkait dengan sekolah. Gedungnya, masjidnya, pagarnya, pakaian seragamnya, kegiatan-kegiatannya, pergaulannya, teman-teman waktu sekolah, bahkan ketika kami sudah sama-sama menjadi alumni. Hingga kini ruhiyahku sangat terbantu oleh semua yang terkait dengan ”kembali ke sekolah”.
Lebih kurang 2 bulan aku menghilang dari sekolah. Alasannya aku sedang fokus dengan da’wah komplek. Sempat terbersit aku akan fokus ke sana dan meninggalkan sekolah, karena di komplekku benar-benar ’tidak ada orang’ yang bisa fokus. Kami hanya bertiga, tapi 2 yang lain lebih sibuk daripada aku. Ya sudah.
Tapi nyatanya au butuh kembali ke sekolah. Aku rindu adik-adik yang pernah jadi mentee-ku. Aku rindu semangat itu, yang hanya kudapat dari sekolah. Ekstrimnya, astaghfirullah, aku tidak pernah merasa lebih baik daripada kondisiku saat masih sekolah (jadi siswa SMA). Ada yang bilang wajar, karena SMA itu kan masa-masa pembentukan. Dan kampus masa-masa penggojlokan dan pembebanan. Tapi menurutku harusnya aku lebih baik, karena bebannya jelas bertambah banyak dan berat.
Entah kenapa, kalau dilihat dari binaan, rasanya binaan di SMA lebih, lebih..apa ya, lebih lah! Lebih kondusif dan terjaga, lebih semangat, lebih kritis, lebih mantap ruhiyahnya, dan lebih afeksional. Beda banget sama di kampus atau di rumah. Ada banyak faktor sih... kondisi, pembiasaan lingkungan, iklim pergaulan, dll. Mmm.. Berarti bukan ’entah kenapa’ dong harusnya kata-kata di awal paragraf ini?
Sungguh aku rindu sekolah. Teramat rindu. Sekolah, baik ketika aku menjadi siswa maupun setelah menjadi alumni, sangat kental akan nuansa ruhiyah. Sekolah, ya, sekolah, semua yang terkait dengan sekolah. Gedungnya, masjidnya, pagarnya, pakaian seragamnya, kegiatan-kegiatannya, pergaulannya, teman-teman waktu sekolah, bahkan ketika kami sudah sama-sama menjadi alumni. Hingga kini ruhiyahku sangat terbantu oleh semua yang terkait dengan ”kembali ke sekolah”.
Lebih kurang 2 bulan aku menghilang dari sekolah. Alasannya aku sedang fokus dengan da’wah komplek. Sempat terbersit aku akan fokus ke sana dan meninggalkan sekolah, karena di komplekku benar-benar ’tidak ada orang’ yang bisa fokus. Kami hanya bertiga, tapi 2 yang lain lebih sibuk daripada aku. Ya sudah.
Tapi nyatanya au butuh kembali ke sekolah. Aku rindu adik-adik yang pernah jadi mentee-ku. Aku rindu semangat itu, yang hanya kudapat dari sekolah. Ekstrimnya, astaghfirullah, aku tidak pernah merasa lebih baik daripada kondisiku saat masih sekolah (jadi siswa SMA). Ada yang bilang wajar, karena SMA itu kan masa-masa pembentukan. Dan kampus masa-masa penggojlokan dan pembebanan. Tapi menurutku harusnya aku lebih baik, karena bebannya jelas bertambah banyak dan berat.
Entah kenapa, kalau dilihat dari binaan, rasanya binaan di SMA lebih, lebih..apa ya, lebih lah! Lebih kondusif dan terjaga, lebih semangat, lebih kritis, lebih mantap ruhiyahnya, dan lebih afeksional. Beda banget sama di kampus atau di rumah. Ada banyak faktor sih... kondisi, pembiasaan lingkungan, iklim pergaulan, dll. Mmm.. Berarti bukan ’entah kenapa’ dong harusnya kata-kata di awal paragraf ini?
Kasih aku masukan doong.. 15 oktober 2007
hmm..sama dunk...
ReplyDeletedi sekolah yg ku rindu.:)